DEMOKRASI.CO.ID - Sikap kurang tegas Presiden Joko Widodo terkait revisi Undang Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga pengesahannya membuat geram banyak pihak. Salah satunya dari kelompok koalisi masyarakat sipil Koalisi Save KPK.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyoroti pergerakan berbagai elemen masyarakat soal penolakan revisi UU KPK. Ia menilai hal itu suatu kegentingan yang seharusnya sudah luar biasa yang bisa menjadi alasan terbitnya Perppu KPK.
"Selama lima tahun pemerintahan Jokowi, hampir tidak ada desakan sebesar ini. Mahasiswa berkumpul sebanyak ini, (mahasiswa) kampus-kampus turun ke jalan, ribuan dosen membuat pernyataan. Ini menandakan ada sebuah desakan yang luar biasa, kegentingan rasa. Kegentingan kegeraman yang ada di masyarakat menambah desakan," kata Isnur saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Minggu 6 Oktober 2019.
Isnur menjelaskan, sayangnya Jokowi seperti tidak merasakan suasana kebatinan masyarakat dengan gerakan semasif itu. Jokowi perlu membuka hati sebagai simbol yang dipilih masyarakat.
"Dia bikin sistem yang dia percaya untuk membuktikan apakah benar dari ribuan mahasiswa ada yang meninggal, luka-luka, ditangkap, dipukuli. Seribuan lebih, ribuan dosen tanda tangan dari banyak kampus, tokoh-tokoh datang bahkan pakai kursi roda. Apakah itu belum cukup bagi Presiden untuk merasakan suasana kebatinan rakyat? Ini penting bagi Pak Jokowi sebagai simbol yang dipilih masyarakat," ucapnya.
Lebih lanjut dijelaskan Isnur, hampir setiap hari isu soal KPK headline di media-media. Setidaknya itu lebih dari cukup sebagai opini masyarakat.
"Media-media sudah hampir headline setiap hari, prime time setiap saat, itu enggak cukup apa sebagai opini masyarakat. Bagi saya itu lebih dari cukup. Itu kalau istilah kepala sudah merah, sudah harusnya panas banget dengan suara ini," paparnya.
"Kalau sampai dia (Jokowi) tidak merasa, berarti ada yang salah dengan hati dan kepalanya," kata dia. [vin]