DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo dipastikan akan menghadapi lebih banyak tekanan saat menjalani periode keduanya sebagai orang nomor satu di negeri ini. Beban ganda ini datang dari janji-janji saat kampanye pada 2014 maupun 2019.
Salah satu evaluasi penting dari kinerja periode pertama Presiden Jokowi adalah kurang fokus terhadap janji dan agenda pembangunan. Apa yang menjadi ‘jualan’ kampanye seperti revolusi mental, pertumbuhan ekonomi 7 persen, penuntasan kasus HAM masa lalu, memperkuat KPK dan pemberantasan korupsi, dan menjadikan Indonesia poros maritim dunia belum menunjukkan hasil signifikan hingga akhir jabatan pertamanya.
Karena itu, menurut anggota DPD RI Fahira Idris, dalam lima tahun ke depan Jokowi tidak hanya dituntut menuntaskan janji-janji yang dibuat pada saat Kampanye Pilpres 2019, tetapi juga mewujudkan janji dan agenda pembangunan yang belum terselesaikan di periode pertamanya. ‘Beban ganda’ ini hanya bisa diurai jika Jokowi fokus kepada agenda pembangunan yang sudah digariskannya.
“Revolusi mental tidak ada kabar, ekonomi meroket ternyata cuma angan. Belum lagi kalau kita bicara penuntasan kasus HAM, penguatan KPK dan pemberantasan korupsi yang kian tak tentu arah," tukas Fahira dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/10).
Dia menambahkan,"Fokus pembangunan juga senada. Mimpi menjadikan Indonesia poros maritim di dunia, malah yang banyak diresmikan jalan tol. Janji mewujudkan kedaulatan pangan, malah keran impor pangan dibuka begitu lebar. Periode kedua ini Pak Jokowi menanggung beban ganda.”
Janji penuntasan kasus HAM masa lalu yang tidak mengalami kemajuan berarti saat ini malah bertambah dengan desakan pengusutan tuntas atas kematian lima demonstran yang menolak revisi UU KPK. Sementara janji penguatan KPK dan pemberantasan korupsi lima tahun ke depan akan terus dibayangi ketidaktegasan Jokowi terhadap pasal-pasal yang dinilai melemahkan KPK dalam UU KPK terbaru yang sudah resmi berlaku.
Jokowi juga dinilai doyan menjalankan program pembangunan yang tidak ada dalam rencana pembangunan nasional. Bahkan program yang sebelumnya tidak ada justru dijadikan program prioritas. Salah satu contohnya adalah keinginan keras Jokowi untuk memindahkan ibukota ke Kalimantan Timur.
Tidak ada di janji kampanye, tidak ada di RPJMN, tiba-tiba jadi program prioritas. Jalankan pemerintahan tidak bisa spontanitas seperti itu. Inikan soal mengelola negara dan ratusan juta rakyat," tukas Fahira.
"Jika periode kedua masih kurang fokus, lima tahun ke depan, Indonesia tidak akan mengalami lompatan kemajuan. Sekarang tergantung Pak Jokowi, selama memimpin negeri ini mau dikenang sebagai apa,” tandasnya. (Rmol)