logo
×

Minggu, 20 Oktober 2019

Jokowi Lakukan Sumpah Jabatan, Ini Konsekuensinya Dalam Islam

Jokowi Lakukan Sumpah Jabatan, Ini Konsekuensinya Dalam Islam

DEMOKRASI.CO.ID - Jokowi dan Ma`ruf Amin akan resmi dilantik hari ini, Minggu (20/10/2019) sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Prosesi pelantikan dilangsungkan secara terbuka di Gedung DPR RI, Jakarta.

Dalam acara tersebut, salah satu agenda penting yang bakal menjadi sejarah bangsa ialah prosesi sumpah jabatan. Ya, prosesi sumpah ini menjadi titik mulai masa kerja Jokowi dan Ma`ruf Amin 5 tahun ke depan.

Setelah mereka membaca sumpah jabatan, maka tugas berat akan diemban mereka dan diharapkan dapat bekerja dengan maksimal untuk kemaslahatan bersama.

Menurut Ketua Ikatan Sarjana Quran Hadis Indonesia Ustadz Fauzan Amin, menjadi catatan di sini ialah Islam melarang bersumpah dengan nama selain Allah berdasarkan hadis Umar bin Khaththab RA.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut selain nama Allah, maka sungguh dia telah kafir atau musyrik.”

Bagi Ustadz Fauzan, pada dasarnya bersumpah atas nama Allah itu boleh, tapi keseringan bersumpah walau pun ia benar, itu tidak diperkenankan.

وَلَا تُكْثِرُ الْأَيْمَانَ وَإِنْ كُنْتَ صَادِقًا

“Dan jangan banyak bersumpah meskipun engkau benar.” (al-Harits al-Muhasibi, Risalah al-Mustarsyidin, 136)

Lantas, bagaimana dengan sumpah jabatan?

Ustadz Fauzan menjelaskan, sumpah jabatan seperti nanti pada pelantikan Presiden Jokowi dan Ma`ruf Amin dilakukan dalam rangka mengikat komitmen seorang pejabat atas amanah yang akan dipikulkan padanya.

Dalam tradisi indonesia, sumpah jabatan biasanya menggunakan kitab suci sesuai agama sang pejabat. Jika ia muslim maka Alquran yang digunakan. Lalu, bagaimana jika di kemudian hari sang pejabat melanggar sumpahnya? Misal, ia tidak bekerja sesuai dengan janji-janjinya saat kampanye?

Memang kebenaran hanya milik Allah, tugas manusia berusaha semaksimal mungkin, berhasil atau tdk itu kehendak Allah.

Maka dari itu, sambung Ustadz Fauzan, bagi para calon pemimpin (pejabat) hendaknya menyampaikan janji-janji saat kampanye dengan program yang realistis, artinya dihitung secara matang berdasarkan kajian para ahli sesuai bidang masing-masing.

Hal ini dilakukan agar nanti pada saat menjabat tidak kebingungan untuk merealisasikan program yang dijanjikan.

"Jika janji-janji saat kampanye realistis, kemudian pada saat menjabat ia telah berusaha sekuat tenaga merealisasikan janji-janjinya, tapi ternyata gagal, maka tidak ada konsekuensi hukum alias di-ma`fu (diampuni)," papar Ustadz Fauzan seperti dikutip dari okezone, Kamis 17 Oktober 2019.

Tetapi, lain cerita jika pada saat kampanye janji-janji yang ditawarkan sudah tidak realistis (misal calon legislatif punya prinsip; yang penting bikin janji yang tinggi-tinggi dulu, jika nanti sukses menjadi pejabat, baru mikir solusi) dan pada saat menjabat ia lalai atau bahkan mengabaikan janji-janji tersebut, maka ia berdosa kepada Allah SWT dan ia masuk kategori melanggar sumpah.

Ini konsekuensinya bagi siapa pun yang sengaja melanggar sumpah. Allah berfirman;

إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَٰئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

 Artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allâh dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allâh tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih." (Ali Imrân/3: 77). [laj]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: