DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo diharapkan bisa lebih cermat dalam memilih menteri untuk duduk di kabinet periode kedua. Jangan lagi mereka yang punya beban masa lalu dengan rakyat Indonesia. Lebih baik diisi oleh banyak wajah baru.
Director for Presidential Studies-DECODE UGM, Nyarwi Ahmad mengatakan, kinerja seorang menteri bukan hanya dapat mewujudkan capaian target Presiden Jokowi melalui kerja birokrasi, melainkan juga harus sejalan dengan harapan masyarakat.
"Apakah itu (menteri) sejalan dengan harapan masyarakat atau tidak, indikatornya kan harus gitu. Dia harus menghasilkan kebijakan yang bisa dirasakan atau bisa dilihat, dimanfaatkan oleh masyarakat," ucap Nyarwi Ahmad kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (7/10).
"Kalau itu misalnya tidak terasa dengan baik, artinya tidak sejalan dengan apa yang diinginkan pak Jokowi, bahkan bermasalah. Karena merusak citra dan kredibilitas. Maka saya pikir itu tidak layak untuk dilanjutkan," imbuhnya.
Selain itu, Jokowi juga diharapkan tidak memilih menteri dengan sosok yang dianggap bermasalah secara subjektif.
"Bermasalah di mata Jokowi, bermasalah di mata masyarakat, atau apapun. Yang penting jangan menambah PR bagi pak Jokowi. Tapi justru bisa membantu mengurangi problem yang dihadapi pak Jokowi," jelasnya.
Lanjut Nyarwi, kabinet periode kedua Jokowi juga harus diduduki oleh wajah-wajah baru yang bisa menjadikan demokrasi di Indonesia lebih terjaga. Tidak dianggap sebagai wajah yang otoriter seperti beberapa menteri periode pertama.
"Nah ini kan kita bicara masa depan, jangan terjebak kepada sirkulasi persoalan masa lalu. Artinya tidak punya beban di masa lalu. Bukan hanya pak Jokowi saja yang tidak punya beban, tapi menteri-menteri yang ditunjuk itu jangan yang punya beban masa lalu," pungkasnya. [rm]