logo
×

Minggu, 20 Oktober 2019

Jangan Pilih Menteri Ekonomi Sableng!

Jangan Pilih Menteri Ekonomi Sableng!

DEMOKRASI.CO.ID - Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama akan berakhir. Di sisi lain, periode dua dari pemerintahan mantan Wali kota Solo tersebut juga akan dimulai.

Pelantikan Jokowi untuk jabatan presiden di periode kedua bakal berlangsung hari ini.

Sejumlah harapan pun disampaikan oleh masyarakat, tak terkecuali para pengusaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani berharap tidak ada lagi menteri 'sableng' di periode II pada pemerintahan

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menaruh harapan besar terhadap kinerja Menteri Perdagangan (Mendag) pada presiden terpilih periode 2019-2024.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman berharap, menteri yang dipilih nantinya bisa berkoordinasi dan bekerjasama dengan para pengusaha.

Menurutnya, hal yang harus diperbaiki dari periode pertama Jokowi adalah terkait koordinasi yang lemah. Banyak regulasi yang tumpang tindih dan tidak sinkron antar kementerian atau lembaga sehingga menyebabkan ketidakpastian pada pengusaha. Salah satunya ia mencontohkan terkait regulasi impor bahan baku makanan dan minuman (mamin).

"Saya lihat yang paling lemah adalah koordinasi. Jadi kita sering melihat koordinasi yang tidak sinkron satu sama lain sehingga menyebabkan ketidakpastian pada pengusaha. Seperti regulasi mamin misalnya terkait dengan impor bahan baku, itu sering terjadi sehingga menyebabkan kebingungan dunia usaha," kata Adhi saat dihubungi detikcom, Sabtu (19/10/2019).

Kedua, kata Adhi, menteri harus mengerti dan memahami permasalahan di bidangnya. Dengan begitu, nantinya menteri akan lebih mudah diajak bicara mengenai kebijakan yang terkait dengan dunia usaha.

Terakhir, Adhi bilang bahwa Mendag yang baru boleh berasal dari kalangan mana saja. Terpenting baginya adalah, menteri yang baru harus berasal dari kalangan profesional.

Menteri-menteri ekonomi pada jilid II Pemerintahan Jokowi diharapkan bisa menyerap aspirasi dari para pengusaha. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani.

Haryadi mengungkapkan, dalam mengelola ekonomi negara, seorang menteri harus bisa mendengarkan aspirasi masyarakat. Sebab jika seorang menteri tidak bisa mendengarkan dan menyerap aspirasi masyarakat, kepentingan jabatan mereka akan dipertanyakan.

Lebih lanjut, Haryadi berharap bahwa tidak ada lagi menteri 'sableng' di periode II pada pemerintahan Jokowi. Berdasarkan pengalamannya, ada menteri yang tidak bisa diajak berkomunikasi dengan stakeholder, sehingga antara menteri dengan stakeholder malah bertengkar.

"Kemarin ada tuh yang sableng yang nggak bisa berkomunikasi sama stakeholdernya, yang ada malah berantem sama stakeholder itu ada. Mudah-mudahan udah nggak ada lagi tuh ntar," ungkapnya.

Haryadi tidak mau menyebutkan secara spesifik siapa menteri 'sableng' yang dimaksud. Dirinya yakin betul bahwa menteri tersebut tidak akan 'terpakai' lagi di periode jilid II pemerintahan Jokowi.

"Kemungkinan begitu. Menteri yang mendapat cap-an jelek dari dunia usahanya, dari stakeholdernya pasti dicatat presiden. Kecuali kalau nanti tuh orang muncul lagi, nah itu pasti akan berhadapan keras sama kita tuh," ujar Haryadi sambil diiringi gelak tawa.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberi catatan bagi para menteri pada jilid I pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terkait sejumlah regulasi atau peraturan dalam berusaha yang praktiknya masih tumpang tindih dengan aturan lain.

"Ada aturan yang tidak sinkron, tidak konsisten, beda penafsiran," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani, saat dihubungi detikcom, Sabtu (19/10/2019).

Haryadi mencontohkan beberapa peraturan yang tidak sinkron dengan regulasi pendukungnya. Untuk masalah pertambangan, ia mempertanyakan siapa yang sebetulnya bertanggung jawab atas smelter di industrinya. Sementara, yang terjadi adalah keluar izin dari kedua belah pihak.

"Apakah itu masih di bawah ESDM atau di bawahnya Kementerian Perindustrian? Nah yang terjadi izinnya keluar dua gitu loh ini kan aneh gimana sih," katanya.

"Jelas-jelas ini adalah masuknya dalam ranah smelter, udah masuk perindustrian dong harusnya, karena dia nggak nambang nih perusahaan. Nah tapi ESDM ikut campur gitu loh. Kalau ESDM caranya adalah konsesi untuk menambangnya. Harusnya dia nggak ikutan di dalam urusan smelternya," sambung Haryadi.

Kemudian untuk masalah lahan atau tata ruang, kata Haryadi, pemerintah daerah telah mengikuti aturan tata ruang terkait pembuatan perkebunan, tiba-tiba Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bisa mengeluarkan suatu ketentuan bahwa perkebunan tersebut masuk dalam kategori hutan lindung.

"Ini kan langsung jadi masalah. Masalah kebijakan tata ruang dan pertanahan itu terjadi," ungkapnya.

Hariyadi berharap, melalui omnibus law ke depan pemerintah bisa memudahkan dan menyederhanakan regulasi yang ada. Untuk itu, menteri-menteri ekonomi pada jilid II Pemerintahan Jokowi diharapkan adalah orang yang berkompeten di bidangnya.(rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: