DEMOKRASI.CO.ID - Perhatian publik sedang terarah kepada tokoh ini: Arteria Dahlan. Politisi muda anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan panen kecaman karena dinilai tidak sopan dan angkuh ketika tampil dalam talkshow bertajuk “Ragu-ragu Perppu” yang dipandu Najwa Shihab dan ditayangkan TransTV, Rabu malam (9/10).
Keangkuhan Arteria Dahlan itu diperlihatkan saat berdialog dengan tokoh senior Prof. Emil Salim. Di puncak keangkuhannya, Arteria menunjuk-nunjuk mantan Menteli KLH di era Orde Baru itu.
Emosi Prof. Emil Salim yang dikenal kalem dan lembut sempat terpancing, dan ia menggebrak meja.
Keduanya tengah berdebat mengenai UU baru tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang oleh sementara kalangan, seperti Prof. Emil Salim, dianggap melemahkan KPK.
Adapun Arteria Dahlan termasuk dalam kelompok yang merasa memang perlu ada upaya merapikan KPK dalam menjalankan tugas.
Sebenarnya, Arteria Dahlan tidak tiba-tiba tampil angkuh. Pada awalnya, ia berusaha untuk menjelaskan pandangannya mengenai KPK dengan nada yang pelan. Tetapi, memang ada titik dimana ia kehilangan kendali.
Juga, di luar sikap angkuh dan provokatif Arteria Dahlan, ada beberapa tuduhan yang dialamatkannya kepada KPK. tuduhan-tuduhan itu teramat serius. Bahkan lebih serius dibandingkan keangkuhan yang diperlihatkannya dalam debat tersebut.
“Saya ingin menjelaskan kelemahannya (KPK) dimana. Berhasil dan tidak berhasilnya KPK, Prof., yang tahu kami. Mengapa begitu, Prof? Begitu 2015 dia (KPK) kepilih, dia (KPK) buat grand design, dia buat road map. Isinya janji-janji apa yang harus dia kerjakan,” Arteria Dahlan menerangkan.
Dia menambahkan, publik tidak tahu dengan janji-janji itu, karena sudah kadung terhipnotis dengan operasi tangkap tangan )TT) yang kerap dilakukan KPK.
“Seolah-olah dia (KPK) itu hebat. Padahal janji-janji di hadapan DPR banyak sekali, yang bisa kita katakan 10 persen pun belum tercapai hingga saat ini,” sambungnya.
Pada titik ini, Prof. Emil Salim memotong dan bertanya, apakah ketua partai politik yang sudah masuk penjara dalam kasus korupsi bukan bukti keberhasilan KPK.
Merespon pertanyaan Emil Salim itu, Areria mengatakan, penangkapan ketua partai politik itu sebagian dari janji KPK.
Dia menjelaskan lebih lanjut bahwa tugas dan fungsi KPK tidak hanya melakukan penangkapan, tetapi juga bertanggung jawab dalam hal pencegahan korupsi, supervisi dan monitoring.
“Ini tidak dikerjakan Prof.,” ujar Arteria Dahlan.
Prof. Emil Salim memotong lagi. Kali ini dengan mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi seperti membelah angin.
“Tetapi hukum telah dijatuhkan,” sergah Emil Salim.
Selanjutnya, Arteria menjelaskan mengapa DPR RI mengusulkan Dewan Pengawas KPK. Dia memperlihatkan sejumlah dokumen yang ada di hadapannya, sambil menambahkan bahwa pihaknya telah membicarakan soal-soal hukum pidana korupsi ini dengan ahli hukum pidana korupsi.
“Bukan saya mendiskreditkan Prof.,” katanya lagi kepada Emil Salim yang memang dikenal sebagai ahli ekonomi dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat.
Dokumen yang diperlihatkan Arteria Dahlan disebutkannya sebagai dokumen berita acara sita-rampas dari tersangka.
“Emas batangan diambil seolah-olah ada title KPK. Kemudian uang dirampas, tapi ternyata tidak masuk ke kas negara. Ini gunanya Dewan Pengawas,” kata Arteria Dahlan lagi.
Dia juga sempat menunjuk seseorang di tengah penonton yang menurutnya membawa bukti-bukti lain. Hampir saja seseorang itu mendatangi meja Arteria Dahlan untuk memberikan bukti yang dimaksudkannya sebelum buru-buru dicegah oleh Najwa Shihab.
Arteria Dahlan juga membeberkan soal apa yang disebut sebagai “KPK gadungan” yang menurutnya ternyata tidak gadungan.
Kepada pihak yang tersangkut kasus korupsi, menurut Arteria Dahlan, petugas KPK juga kerap mengajukan pertanyaan, apakah mau dipanggil KPK atau tidak.
“Kalau kamu tidak mau dipanggil, serahkan harta kamu,” ujarnya mengira-ngira dialog antara petugas KPK dengan pihak yang didiga tersangkut kasus korupsi.
Ketika petugas KPK ini tertangkap, lalu ramai disebut sebagai “KPK gadungan”.
“Padahal bukan KPK gadungan. Namanya ada semua,” sambung Arteria.
Dia pun menambahkan kasus yang katanya terjadi di Sumatera Barat, senilai Rp 6 triliun terkait dana bencana. Juga ada kasus terkait dana Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan pasar.
Arteria mengangkat dua bundel dokumen di hadapannya.
Kasus-kasus ini tidak pernah diangkat KPK. Setelah diperiksa ditemukan bukti telah terjadi serah terima harta pihak yang diduga terlibat kasus korupsi, seperti kebun kelapa sawit, motor besar.
“Siapa yang menerimanya (barang sitaan dan rampasan)? Tanyakan pada beliau,” masih kata Arteria Dahlan.
“Kita menghargai capaian-capaian KPK. Tetapi kita tidak boleh menutup mata kalau memang harus ada pembenahan,” kata dia lagi.
Setelah mendengarkan penjelasan Arteria Dahlan, Prof. Emil Salim mengatakan, di dalam UU KPK ada kewajiban menyampaikan laporan.
Mendengar pernyataan Emil Salim itu, Arteria menyanggah, dan mengatakan, “tidak pernah dikerjakan, Prof. Saya di DPR, saya yang tahu, Prof.”
Menurut Arteria, informasi yang disampaikan Emil Salim bahwa KPK memberikan laporan ke DPR adalah sesat atau tidak benar.
Melihat pada fragmen ini, tampaknya publik perlu juga memberikan perhatian pada ruang baru yang dibuka Arteria terkait hal-hal yang disampaikannya itu.
Apakah praktik sita dan rampas serta tawar menawar kasus itu benar dilakukan KPK. Juga apakah benar KPK tidak pernah memberikan laporan kepada DPR sesuai perintah UU?
Juga perlu bagi KPK untuk memberikan klarifikasi mengenai hal ini. [rm]