Oleh Hersubeno Arief (Wartawan senior dan pemerhati publik)
Eksistensi buzzer pemerintah tengah digugat. Inilah untuk pertamakalinya keberadaan para penggonggong dipersoalkan secara serius oleh publik dan media. Termasuk sejumlah media yang selama ini dikenal sebagai pendukung pemerintah.
Selama ini para penggonggong hidup bebas merdeka. Mereka bebas menebar kabar bohong, fitnah, dan membully oposisi dan kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah.
Ada yang bersembunyi di ruang gelap digital, menggunakan akun palsu. Namun banyak pula yang tampil secara terbuka.
Jangan pernah coba-coba mempersoalkan dan bersikap kritis terhadap pemerintah, apalagi Presiden Jokowi. Tak ada ampun, mereka akan menggonggong, menyalak, mengejar dan membully Anda sampai habis.
Mereka tak pernah bisa dijamah. Tidak tersentuh hukum. Percuma saja melaporkan mereka. Dijamin kasusnya tidak akan berlanjut. Dengan posisinya sebagai pendukung rezim penguasa, mereka masuk dalam kelompok manusia istimewa. The Untouchable.
Saat ini situasinya mulai sedikit berubah. Majalah Tempo mulai mempersoalkan keberadaan mereka yang dinilai bisa membahayakan demokrasi.
Majalah ini juga secara tegas menuding mereka adalah pendukung Jokowi. Tugas mereka menyebarkan kabar bohong mempengaruhi opini publik dan sikap publik. Tujuan jangka pendeknya mengamankan kebijakan pemerintah.
Laman tirto.id malah melangkah lebih jauh. Dengan memanfaatkan momentum keterlibatan unjukrasa pelajar STM, mereka menguak hubungan antara para buzzer dan aparat kepolisian.
Para buzzer ini mencoba mengamplifikasi operasi pembusukan terhadap anak-anak STM sebagai unjukrasa bayaran. Namun melalui penelusuran reporter tirto.id, mereka mendapatkan fakta berbeda.
Diduga sejumlah nomor yang terdapat dalam tangkapan layar (screenshoot) yang disebut-sebut sebagai group percakapan WhatsApp (WAG) anak STM, milik oknum polisi.
Sudah tentu dugaan itu dibantah oleh Mabes Polri. Polisi malah mengaku sudah menangkap sejumlah orang yang disebut sebagai admin WAG tersebut.
Mengetahui operasi manipulatifnya terbongkar, beberapa orang buzzer segera menghapus cuitannya. Namun jejak digital mereka sudah telanjur terekam.
Bukan hanya kali ini tirto.id membongkar perilaku lancung para buzzer pendukung pemerintah. Pada aksi #GejayanMemanggil yang mendorong aksi mahasiswa besar-besaran di Indonesia, tirto.id malah menunjukkan sikap tegas. tirto.id menampilkan editorial “Kami Bersama #GejayanMemanggil.”
Sikap itu mereka ambil sebagai reaksi dari aksi para buzzer membusukkan aksi #GejayanMemanggil. Para buzzer menyebut aksi ini ditungganggi oleh kelompok Islam radikal dan pengusung khilafah.
Tekanan publik dan media terhadap para penggonggong ini kian keras. Dalam pekan ini beredar hasil penelitian perilaku buzzer hasil riset dua orang peneliti dari Universitas Oxford, Inggris.
Judulnya : The Global Disinformation Order: 2019 Global Information of Organized Social Media Manipulation. Ditulis oleh Samantha Bradshaw dan Philip N Howard.
Hasil penelitian di 70 negara termasuk Indonesia itu, menemukan bukti pemerintah menggunakan buzzer untuk menekan kelompok oposisi dan memecah belah rakyat.
Sudah berlangsung lama
Kecurigaan bahwa para buzzer punya hubungan langsung dengan pusat kekuasaan, sesungguhnya sudah berlangsung lama. Keberadaan mereka yang tak tersentuh hukum, menunjukkan mereka sengaja dipelihara dan dilindungi.
Rocky Gerung secara tidak langsung menyebut istana adalah pusat penyebaran hoax. Melalui akun @rockygerung dia menyebut pusat hoax nasional ada di Monas.
Presiden Jokowi diketahui setidaknya pernah dua kali mengundang sejumlah orang yang disebut sebagai pegiat medsos ke istana. Pada 22 Juni 2017 dan kemudian sebulan kemudian pada tanggal 24 Agustus 2017.
Pertemuan pada bulan Agustus berlangsung tertutup. Saat itu mereka hanya disebut sebagai pegiat medsos. Namun dilihat dari nama-nama yang hadir, mayoritas adalah pendukung Jokowi.
Konfirmasi adanya hubungan istana dengan para buzzer ini pertamakali dibocorkan oleh situs seword.com yang dikenal sebagai pembela garis keras Jokowi.
Melalui akun fanpage Facebook (2/5/2019) Seword membocorkan pertemuan puluhan orang buzzer dengan seseorang yang disebut sebagai “Kakak Pembina.” Seorang figur pengarah gerak para buzzer pendukung Jokowi.
Seword menampilkan sejumlah orang yang tengah duduk disertai keterangan foto. Nama-nama yang disebut adalah: Yusuf Muhammad, Denny Siregar, Katakita, Abu Janda, Aldi El Kaezzar, Pepih Nugraha, Info Seputar Presiden, Redaksi Indonesia, Eko Kuntadhi, Komik Kita, Komik Pinggiran, Habib Think, Salman Faris, dan Sewordcom.
"Tim ini memang tak terlihat. Selain Kakak Pembina dan Presiden, tak ada yang benar-benar tahu komposisi tim ini. Seperti halnya Avengers, setiap orang saling menjaga, menahan diri untuk tidak mengambil gambar. Tapi saya pikir momen ini sayang untuk tidak dibagikan dan diceritakan," demikian tulis Seword.
Siapa “Kakak Pembina” ini? Masih menjadi spekulasi media dan medsos. Kepala Staf Presiden Moeldoko membantah dirinya adalah “Kakak Pembina.”
Moeldoko mengakui para buzzer ini adalah pendukung Jokowi. Namun keberadaan mereka saat ini mulai dirasakan mengganggu dan merugikan Jokowi.
"Ya kita melihat dari emosi yang terbangun, emosi yang terbangun dari kondisi yang tercipta itu merugikan. Jadi ya yang perlu dibangun emosi positif lah," kata Moeldoko di Jakarta, Jumat (4/10).
Bagi Jokowi, keberadaan buzzer ini seperti buah simalakama. Mereka sangat dibutuhkan, terutama menjelang dan selama pilpres, termasuk menjaga berbagai kebijakannya dari para pengeritik.
Disisi lain keberadaan buzzer mulai sangat mengganggu, termasuk bagi kalangan pendukung Jokowi sendiri. Perilaku mereka tak terkendali.
Seperti anjing penjaga, mereka akan menggonggong, menyalak, mengejar, dan meneror siapapun yang dianggap mengganggu tuannya.
Gonggongan dan salakan mereka yang sangat keras, bukan hanya mengganggu orang lain, tapi juga sudah mulai mengganggu tuan mereka sendiri.
Ada baiknya mumpung RUU KUHP ditunda pengesahannya, pemerintah dan DPR belajar dari Dewan Kota Saddle River.
Dewan kota di wilayah Bergen, Negara Bagian New Jersey, AS itu baru saja meloloskan sebuah peraturan. Seorang pemilik akan dihukum bila gonggongan anjingnya menganggu tetangga. Hukumannya bisa didenda atau dihukum penjara.
Melalui peraturan tersebut seekor anjing peliharaan dilarang menggonggong lebih dari 20 menit antara pukul 07.00 pagi hingga 22.00 malam. Atau lebih dari 15 menit antara pukul 22.00 malam hingga 07.00 pagi.
Dalam KUHP yang baru akan sangat menarik dimasukkan pasal semacam itu. Seorang buzzer yang menggonggong secara berlebihan, tanpa mengenal waktu dan sangat mengganggu, maka si Kakak Pembina bisa didenda atau dihukum penjara.
Dengan UU semacam itu diharapkan ada aturan dan tanggung jawab atas perilaku buzzer.
Jangan sampai terjadi : BUZZER MENGGONGGONG, KAKAK PEMBINA BERLALU. End (*)