Penulis: Nasrudin Joha
Bagi umat Islam, Rasulullah SAW adalah tauladan utama. Akhlak Rasulullah SAW adalah sebaik-baik akhlak, bahkan salah satu sebab diutusnya Rasulullah SAW adalah dalam rangka untuk menyempurnakan akhlak.
Bahkan, sebelum beliau menerima wahyu dan diutus menjadi Nabi dan Rasul beliau telah memiliki akhlak mulia. Beliau, dikenal sebagai pribadi yang berakhlak mulia, serang dengan karakter Jujur, Amanah, Tabligh dan Fathonah.
Atas kemuliaan akhlak Rasululah SAW, para pemuka Arab ketika itu bersepakat menyerahkan sengketa peletakan batu pertama renovasi bangunan Ka’bah kepada Rasulullah SAW. Kejujuran, kecerdasan dan amarah seorang Muhammad ketika itu, begitu dikenal luas oleh suku-suku Arab.
Rasululah tak pernah menolak permintaan, semua yang meminta kepada beliau pasti beliau penuhi. Rasululah tak pernah memendam amarah, bahkan ketika malaikat Jibril meminta izin untuk memindahkan gunung Uhud untuk ditimpakan kepada penduduk Thaif yang lancang mencederai dan menghina Nabi, Rasulullah menolaknya. Bahkan, Rasulullah justru berdoa agar anak keturunan suku Thaif kelak menjadi pembela-pembela Islam.
Itu teladan kami, yang menganut ajaran Islam. Bagaimana dengan orang yang menganut paham atau ajaran Pancasila ? Kemana mereka jika ingin mencari teladan yang ‘Pancasilais’ ?
Jika umat Islam meneladani Rasululah selaku pemimpin besar umat Islam, rasanya tidak salah jika umat Pancasila meneladani ketua BPIP sebagai sosok yang menjadi rujukan ber-akhlak yang Pancasilais.
Belum lama ini, Megawati selaku ketua BPIP memberikan teladan paling mengesankan tentang apa yang dimaksud dengan akhlak Pancasilais. Mega, saat menghadiri pelantikan puterinya sebagai ketua DPR RI diketahui tertangkap kamera sedang ‘mlengos’ dan tak mau bersalaman dengan Surya Paloh.
Wajah Surya Paloh juga tertangkap kamera terlihat malu sambil menahan amarah. Betapa tidak, Surya sudah berusaha ikut berdiri menghormati Megawati, tetapi ketika moment berjabat tangan mega justru mlengos meninggalkan Paloh. Akhirnya, surya terduduk kembali dengan muka masam. Muka masam ini terlihat jelas, tak dapat ditutupi oleh lebatnya ‘brengos’ di wajahnya.
Terlihat jelas guratan dendam dan kebencian mega kepada Surya Paloh. Entah apa salah dan dosa Surya Paloh sehingga mendapat perlakuan tidak mengenakan dari sang ketua BPIP.
Mlengos sendiri didefinisikan sebagai sikap yang tak menghargai, sikap yang merendahkan orang lain yang diaktualisasikan dengan aktivitas membuang muka sambil mengalihkan pandangan seolah tidak ketemu dengan pihak yang dilecehkan.
Jadi, menurut suri tauladan penganut paham dan ajaran Pancasila, terbukti melalui Af’al (perbuatan) ketua BPIP ditegaskan bahwa membuang muka, mlengos dan ogah berjabat tangan itu adalah akhlak yang Pancasilais. Jadi jelas kan sodara ? Akhlak Islami itu beda jauh dengan Akhlak Pancasilais.
Oh ya, tambahan. Ujung kehidupan orang yang menganut, mengemban dan memegang teguh ajaran atau paham Pancasila itu biasanya masuk penjara KPK. Persis seperti yang dialami oleh punggawa Pancasila, sebagaimanan yang dialami Mas Romi, Cak Nahrawi, Bung Setnov dan Bang Idrus. (*)