DEMOKRASI.CO.ID - Keterlibatan aparat yang diterjunkan dalam penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di Sumatra Khususnya Riau menunjukan kondisi darurat.
Meski demikian sikap pemerintah yang tidak mengakui kondisi kedaruratan dan seperti menutup mata dengan kondisi sangat disayangkan.
Demikian yang disampaikan oleh Manager Kampanye, Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional (Eknas) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Wahyu Perdana.
Kalau Presiden serius langkahnya harus linier. Bukan hanya berstatement," ungkapnya saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (15/9).
Wahyu menyatakan, pemerintah harus membuka mata dengan keputusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.
"Kalau memang serius buka dong data yang MA sebut. Mana saja perusahaan yang bermasalah, jadi publik tahu dan turut mengawasi," tegas Wahyu.
Soal klaim pemerintah yang katanya akan menurunkan angka Karhutla, Wahyu menjelaskan di tahun 2015 memang ada penurunan.
Tetapi faktanya sekarang angka itu terus naik sejak tahun 2017. Lalu hari ini Karhutla terjadi sedemikian parah dan sangat membahayakan.
Untuk jangka pendek Walhi berharap pemerintah bertindak cepat untuk menangani masalah kedaruratan ini dengan memprioritaskan kesehatan Masyarakat.
"Bayangkan harga tabung oksigen seukuran semprotan nyamuk yang semula harganya Rp 150 ribu sekarang harganya naik menjadi Rp 500 ribu dan sulit didapatkan," terang Wahyu.
Dalam upaya jangka menengah pemerintah harus mengevaluasi perijinan. "Kerugian yang kita terima lebih besar dari kerugian investasi, negara harus hadir untuk Karhutla," pungkasnya. [rm]