DEMOKRASI.CO.ID - Lemahnya pengawasan dan upaya restorasi ekosistem gambut, khususnya pada kawasan konsesi menjadi salah satu faktor utama kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah Sumatera Selatan.
Begitu yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan Hairul Sobri dalam jumpa pers di kantor Walhi, Jalan Tegal Parang, Jakarta Selatan, Rabu (18/9).
“Upaya restorasi ekosistem gambut tidak berjalan pada semua wilayah konsesi, padahal pemulihan gambut harus berdasarkan kawasan atau lanskap,” ujarnya.
Selama ini, sambung dia, upaya restorasi hanya berbanding lurus dengan temuan hotspot. Kondisi ini bahkan semakin memburuk jika mempertimbangkan peningkatan data hotspot tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, pihaknya menemukan fakta bahwa Karhutla terus terjadi dan terus berulang bahkan di tempat yang sama. Bahkan, fakta dalam dua tahun belakangan masih banyak izin baru yang dikeluarkan pemerintah di lahan-lahan gambut.
"Pemerintah tegas saja, gambut ataupun kubah-kubah gambut itu peruntukannya untuk siapa? 698.674 hektar kubah gambut yang seharusnya dilindungi namun sebaliknya dibebani izin kepada korporasi rakus ruang. Bertahun-tahun kita terpapar asap, pencabutan izin tidak pernah dilakukan pemerintah," tegasnya.
Bahkan perintah pencabutan izin dari Presiden di tahun 2015 di kabupaten OKI diabaikan. Kasus-kasus korporasi yang terbakar dan masuk di ranah hukum banyak penyidikannya dihentikan. Tidak ada upaya pencabutan izin maupun review izin pada kawasan konsesi yang terbakar berulang dari tahun ke tahun.
Dengan adanya peristiwa ini, Sobri juga memandang dampak bagi masyarakat, khususnya kesehatan. Menurut Sobri, berapa rupiah dikeluarkan masyarakat atas Karhutla ini.
"Jangan biarkan 1 rupiahpun uang rakyat keluar untuk berobat dampak dari kebijakan yang memberikan jutaan hektar izin di bumi Sriwijaya, serta kelakuan korporasi yang mengeksploitasi dan merusak kawasan-kawasan gambut," ujarnya.
Oleh karena itu, Sobri meminta Jokowi kembali kepada janji politiknya untuk menghentikan Karhutla dan memberikan kebijakan permanen pemulihan lingkungan hidup.
"Potret krisis kemanusiaan akibat kerusakan lingkungan hidup yang disampaikan Jokowi sudah terbukti. Saatnya ia sadar dan memimpin perlawanan terhadap asap dan mempercayakan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam kepada rakyat dengan varian kearifan lokal yang ada di nusantara," pungkasnya. [rm]