logo
×

Minggu, 15 September 2019

Wajah KPK Yang Perlu Diubah

Wajah KPK Yang Perlu Diubah

HARI ini saya hanya bisa melihat sikap ambil untung para aktivis anti korupsi, yang selama ini dianggap sebagai manusia suci. Pembicaraan mereka seperti sabda-sabda para nabi. Kata-katanya anggap kebenaran yang otoritatif.

Sejak awal saya melihat ada semacam "itikad buruk" di balik slogan uang dikampanyekan oleh oknum-oknum yang merasa menjadi bagian dari KPK. Meminjam istilah Kahlil Gibran, mereka hanya pemburu pangkat dan jabatan yang mencampakkan nasib orang dengan cara menghancurkan moral manusia dan menjustifikasinya.

Peran penting yang dimainkan untuk menghukum orang adalah dengan opini. Berita dibuat, rilis dibacakan, hingga sampai pada skandal di luar dari korupsi disebarluaskan.

Berkat alat canggih yang namanya penyadapan KPK telah menjadi suatu institusi yang seakan-akan menjadi "pencatat dosa". Aktivitas orang diintip dan kita wajib menerima itu cara penegakan hukum yang benar. Padahal MK telah memutuskan bahwa penyadapan harus melalui persetujuan lembaga peradilan.

KPK mengecualikan diri dalam keputusan MK itu. Alasannya KPK bahwa memberantas korupsi itu harus dengan cara yang luar biasa. Cara yang luar biasa itu termasuk melanggar ketentuan hukum.

Penyadapan adalah pintu masuk KPK untuk "membukukan dosa". Setelah "buku dosa" rampung, maka operasi tangkap tangan (OTT) dilaksanakan. Bagi saya OTT itu adalah penjebakan dan banyak kasus yang bisa kita urai tentang penjebakan dalam OTT ini. Dalam istilah hukum pidana OTT tidak memiliki dasar hukum. Pengacara O.C Kaligis pernah mengungkapkan di muka media bahwa OTT itu penjebakan. Dia berpengalaman ketika menjadi pengacara kasus Probosutedjo.

Para pakar hukum yang membuat UU KPK juga melihat banyak kesalahan yang dilakukan oleh KPK dan bahkan berbahaya bagi perkembangan hukum Indonesia. Prof. Romli Atmasasmita misalnya, menganggap bahwa banyak hal yang sudah tidak sejalan dengan semangat pembentukan awal KPK.

Prof. Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pembentukan KPK adalah untuk menjadi trigger mecanism dari dua lembaga penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan. Karena dua lembaga tersebut dianggap gagal maka KPK dibentuk dengan tugas khusus. Dalam teori ketatanegaraan KPK itu adalah auxiliary state organ (lembaga negara bantu) yang bersifat ad hock.

Kegagalan KPK mungkin tidak bisa dirilis dalam dalam tulisan ini. Tetapi saya tetap menganggap audit investigasi KPK 2013-2017 melihat ada kegagalan yang sangat mengkhawatirkan. Bahwa KPK gagal melakukan pencegahan.

Setiap hari kita disibukkan dengan headline media tentang OTT KPK. Tetapi kita tidak pernah mendengar bagaimana signifikan penangkapan itu dengan penurunan angka korupsi. Jelas bahwa kita disibukkan dengan menangkap orang. Mengutip Fahri Hamzah OTT itu ibarat berburu di kebun binatang.

KPK, kata politisi dan praktisi hukum Ahmad Yani, telah meninggalkan cita-cita dasarnya, dan menganggap diri sebagai lembaga yang sakral yang tidak bisa di kritik oleh siapapun. Bahkan ketika UU KPK ingin dirubah yang selalu di pojokkan adalah DPR dan Presiden. Menurut Ahmad Yani, UU KPK bukan barang haram untuk di amandemen. Sebab UU itu harus sesuai dengan perkembangan zaman.

Setiap ada keinginan untuk merubah UU KPK, muncul tagar "Jangan Lemahkan KPK". Bahkan siapapun yang dianggap mendukung perubahan UU KPK atau yang mengkritik KPK selalu dilabelkan Koruptor atau paling tidak pembela koruptor. Jadi semua orang selain pendukung KPK di cap buruk dan tidak tanggung-tanggung, lembaga inti negara pun di cap demikian.

Semua lembaga inti negara sudah rusak, kemudian aktivis anti korupsi yang dianggap menjadi pejuang anti korupsi diarahkan untuk mengisi kekosongan kepercayaan lembaga negara itu. Hanya KPK dan NGO serta aktivis anti korupsi yang boleh menduduki lembaga negara, selain itu dianggap penjahat semua.

Inilah yang oleh George Orwell dalam bukunya sebagai Animal Farm dinamakan Napoleon. Seekor binatang dengan ambisi besar untuk mengendalikan Republik Binatang. Ia menghancurkan sejarah perjuangan pendahulunya dan mengusir orang yang dianggap saingannya demi untuk mengendalikan Republik Binatang itu.

Berdirinya republik binatang pasca kebebasan bukanlah jaminan yang baik bagi kebebasan para binatang. Tetapi malah membuat keadaan semakin memburuk. Namun Napoleon adalah babi cerdas yang mampu menipu orang dengan pura-pura sukses.

Gambaran dalam animal Farm itu dapat dijadikan sebuah ilustrasi bahwa berdirinya KPK untuk menjawab tuntutan reformasi pada awalnya sangat diharapkan. Namun selama 17 tahun beroperasi, justru KPK sukses "membikin kegaduhan" namun tidak sukses memastikan kesejahteraan dan keadilan, sebagaimana yang menjadi tujuan berdirinya KPK.

Karena itu menurut saya, merubah wajah "kepura-puraan" itu harus dengan sistem yang berbeda dan orang yang berbeda. Saya sepakat apa yang dikatakan Prof Romli, Fahri Hamzah, Yusril Ihza Mahendra, Ahmad Yani dan lainnya, bahwa KPK memerlukan perbaikan termasuk perbaikan sistem.

Kita berharap, dengan perubahan UU KPK dan pergantian struktur pimpinan KPK yang baru dapat membuat KPK menjadi lembaga yang ramah terhadap hukum, HAM dan demokrasi. Karena tugas KPK adalah mensukseskan agenda reformasi hukum dan demokratisasi, bukan justru menghambat lajunya reformasi hukum dan demokrasi itu.

Melawan korupsi adalah tugas kita semua, bukan tugas segelintir orang. Jadi pemberantasan korupsi tidak bisa dimonopoli hanya pada penindakan saja dan kita tepuk tangan karena banyak orang yang ditangkap, tetapi tugas kita bersama memastikan di setiap keberadaan kita dan dalam aktivitas kita adalah mencegah terjadinya korupsi, dan KPK harus memimpin itu sehingga terwujud negara yang bersih, berwibawa, bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

Furqan Jurdi
Ketua Komunitas Pemuda Madani.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: