DEMOKRASI.CO.ID - Massa yang tergabung dalam Masyarakat Peduli KPK (MPK) berunjuk rasa di depan Gedung KPK dengan melakukan aksi teatrikal dan menyuarakan peluit, Sabtu (14/9).
Mereka juga mengacungkan kartu merah sebagai simbol bahwa KPK telah offside melakukan pembangkangan terhadap pemerintahan Jokowi.
"Baru kali ini saya mendengarkan ada babu melawan majikan. Seperti yang dipertontonkan (Wadah Pegawai) WP KPK dan 3 pimpinan KPK yang telah melakukan pembangkangan terhadap pemerintah," tegas Koordinator aksi, Alex dalam orasinya.
Alex menilai penyerahan tugas KPK kepada Presiden Jokowi dan mogok di tengah jalan adalah pelecehan terhadap wibawa Presiden.
"Sudah darurat, pecat segera WP KPK dan pimpinan KPK. Segera isi kursi kekosongan dengan melantik 5 pimpinan KPK baru. Rakyat sudah gerah dengan sikap KPK, kami akan menertibkan tingkah internal KPK yang bergaya LSM dan preman," tegas Alex.
"Kami menilai penyerahan tugas KPK kepada Presiden, mogok di tengah jalan adalah bentuk pelecehan terhadap wibawa Presiden yang notabene Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. KPK sudah melanggar sumpah jabatan, perlawanan konstitusi," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan puluhan massa aktivis Corong Rakyat yang menggelar aksi konvoi dari KPK, Istana Negara, dan Gedung DPR RI, Sabtu (13/9).
Mereka mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Dekrit Pembekuan KPK. Terlebih, para demonstran juga menyayangkan sikap pimpinan lembaga antirasuah yang mengembalikan mandat kepada Presiden RI.
Dalam aksinya, massa tiduran di depan pintu gerbang KPK dengan bertelanjang dada ditulisi cat warna merah putih "KPK=Bayi", sebagai pesan tersirat agar KPK tidak kekanak-kanakan.
"Sikap arogan pembangkangan pimpinan dan WP KPK sebagai bentuk pelecehan terhadap wibawa Presiden, kekanak-kanakan serta memalukan," tegas Koordinator aksi, Dilan.
Dilan mengatakan secara hukum tindakan pimpinan KPK dan pegawainya yang mengembalikan mandat kepada Presiden, bisa ditafsirkan sebagai tindakan menghalangi dan menghambat tugas pemberantasan korupsi yang sedang berjalan.
Sehingga bisa dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum sesuai ketentuan pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu menghalangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi di KPK.
"Perlawanan pimpinan KPK justru melanggar sumpah dan jabatan. Kami minta agar Presiden mengeluarkan dekrit pembekuan KPK," tambahnya.
Dilan juga meminta agar Presiden Jokowi menunjuk Plt untuk mengisi kursi kekosongan kepemimpinan di KPK. [rm]