![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfJ66Nx3Xg7xRPu-pSpmjh2IXzF5riL1TIi04gSvKHm3vZs7jheybJePbOtOyDq2Vt3dwofJflBF6OzGgKpXdR1EGWz7nzyD_C0KMIsusLXcwLEK7PXK-UWt8iFMAWB_Pp_7nSKm6fscM/s640/505360_01062407092019_Diskusi_KPK_adalah_Koentji.jpg)
DEMOKRASI - Usulan revisi UU 30/2002 tentang KPK bermula dari internal KPK itu sendiri. Dalam sejumlah risalah rapat di Komisi III DPR, usulan revisi digulirkan KPK sejak tahun 2015.
Begitu disampaikan politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan dalam diskusi bertajuk "KPK adalah Koentji" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).
"Revisi UU KPK, kami ini merespon dari keinginan KPK sendiri. Ini (revisi digulirkan) 19 November 2015," kata anggota DPR ini.
Diungkapkan, DPR dalam hal ini Komisi III, saat itu bersurat kepada pihak KPK untuk menindaklanjuti keinginan revisi UU KPK yang digulirkan oleh pihak KPK.
"DPR tegas bersurat kepada KPK, minta penjelasan terkait dukungan legislasi KPK yang dibutuhkan oleh KPK. Semuanya terjadwal dan terdokumentasi, secara transparan dan terbuka," ungkap Arteria.
Pembicara lain dalam forum diskusi: mantan Ketua KPK Abraham Samad, Komisi III DPR Fraksi PKS M. Nasir Djamil; pakar hukum Abdul Fickar dan peneliti ICW Kurnia Ramadhana.