DEMOKRASI - Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, menyesalkan ulah oknum yang melakukan teror ular di asrama Papua di Surabaya, Jawa Timur. Teror ular tersebut diungkap salah satu penghuni asrama bernama Yoab Orlando.
Namun belum diketahui siapa yang melemparkan ular ke Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya. Para penghuni asrama sempat mengejar pelaku namun peneror tersebut kabur.
“Saya mengecam semua tindakan ini,” kata Pigai di Jakarta, Senin (9/9).
Pigai menyayangkan teror itu siapa pun pelakunya sehingga membuat ketegangan baru lagi bagi warga Papua.
Dia menganggap ada perlakuan diskriminatif dan rasialis kepada masyarakat Papua secara sistemik.
“Ironis sekarang ini, di mana korban dicap pelaku dan pelaku dijadikan korban,” ujarnya.
Menurut dia, jika tindakan segregasi ras dan etnik terhadap orang Papua terus dibiarkan, maka tidak ada kehidupan ras negro melanesia di Indonesia. “Pun kalau setiap asrama Papua disisir, mahasiswa disweeping dan terancam, mereka tidak akan melanjutkan pendidikan di luar Papua,” kata Pigai.
Seperti ramai diberitakan, salah satu penghuni asrama, Yoab Olando menyebutkan ada empat ekor ular yang dilempar ke dalam asrama. Pertama adalah seekor ular berjenis piton, di dalam karung beras ukuran 15 kilogram. Lalu ada tiga ular lainnya, berada di dalam karung kain.
“Kalau di dalam karung itu satu ekor, itu besar sekali, terus kalau tiganya itu di dalam kain, baru dilempar langsung ke dalam. Kainnya tidak diikat keras, langsung ularnya tercerai itu (terlepas),” kata dia.
Tiga ekor ular lain yang terlepas itu, katanya, melata liar di pekarangan asrama. Yoab tak tahu pasti apa jenis ketiga ular yang terlepas tersebut. Dia dan penghuni lain di asrama khawatir ular yang lepas itu berbisa, yang dapat mengancam keselamatan penghuni asrama.
Penghuni asrama sempat mencoba menangkap ular-ular tersebut. Sebagiannya mengejar pelaku.
“Anak-anak sempat kejar, tapi (pelaku) lari, mereka sempat jatuhkan teropong. Mereka berpakaian preman, empat orang dengan dua motor, tapi saya tidak tahu motor apa, dia lari lebih dulu,” katanya.
Dia mengatakan, ini bukan kali pertama mahasiswa Papua mendapatkan teror. Sebelumnya ada pula aksi pelemparan cat oleh orang tak dikenal hingga merusak spanduk bertuliskan ‘Referendum is solution’ yang mereka pasang
Ia menerangkan atas alasan itulah para penghuni asrama hingga saat ini tertutup kepada siapapun. Yoab juga mengatakan beberapa rekannya masih mengalami trauma usai saat pengepungan asrama pada 16-17 Agustus lalu yang berujung aksi rasialisme. [iis]