DEMOKRASI - Komisi III DPR RI membenarkan bahwa rencana revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan proses seleksi Calon Pimpinan KPK (Capim KPK).
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil kepada wartawan seusai mengisi diskusi publik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).
"Sebenarnya, kalau mau jujur, fit and proper test pimpinan KPK bicara soal ini (revisi UU KPK). Soal penyadapan, soal pencegahan, soal OTT. Dalam praktiknya mereka (Capim KPK) nggak melaksanakan apa yang mereka sampaikan," ungkap Nasir.
Bahkan, kata Nasir, 6 orang Anggota DPR RI yang mengusulkan revisi UU KPK didominasi oleh partai pengusung pemerintah.
Mereka adalah Anggota Komisi III Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu dan Risa Mariska, Anggota Komisi II Fraksi PPP Achmad Baidowi, Anggota Komisi IV dari Fraksi PKB Ibnu Multazam, Anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Saiful Bahri Ruray, dan Anggota Komisi III dari Fraksi NasDem Teuku Taufiqulhadi.
"Ya kalau melihat pengusulnya, mereka merupakan pendukung pemerintah. Tentu kan nggak mungkin nggak ada komunikasi, pasti ada komunikasi. Dan tentu saja, bisa saja presiden mendapatkan informasi, bisa juga tidak," imbuh Nasir.
Meski begitu, Nasir menepis bahwa Capim KPK yang setuju dengan revisi UU KPK akan diloloskan dalam fit and proper test, untuk kemudian menjadi Pimpinan KPK terpilih.
"Nggak (tentu lolos) juga. Dulu begitu juga bahasanya, kan realitanya nggak begitu. Dan itu menunjukkan nggak ada bargaining seperti itu," kata Nasir.
"Jadi, tetap kami memberikan keleluasaan kepada mereka, bukan paksaan. Mereka nggak dipilih kalau nggak setuju revisi, wah jauh dari hal seperti itu," sambungnya.
Politikus PKS ini menyatakan, Ketua KPK Agus Rahardjo saat mencalonkan diri jadi pimpinan KPK pun menyetujui adanya revisi UU KPK ini. Hanya saja, tidak dimintai kesepakatan secara tertulis di atas kertas.
"Seingat saya semuanya seperti itu. Semuanya soal OTT, soal pencegahan soal revisi, semuanya. Cuma kita nggak minta tertulis. Dan kita nggak akan lakukan itu. Kita nggak boleh mengekang apalagi membatasi pimpinan KPK dengan hal seperti itu. Kesadaran saja," tutup Nasir.
EDITOR: AGUS DWI