DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah provinsi Jawa Barat (Jabar) tiba-tiba melakukan kebijakan penggantian seragam dinas. Perintah itu datang langsung dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Dewi Sartika.
Tujuannya, untuk membedakan pakaian dinas harian (PDH) guru dan tenaga kependidikan (GTK) berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan yang non-PNS. Hal itu kabarnya dipicu karena viralnya kasus video dan foto syur guru berpakaian PNS yang diperankan tenaga honorer salah satu SMK di Kabupaten Purwakarta. Kebijakan itu sangat mendadak.
Perintah disampaikan lewat surat, dan diperuntukan kepada seluruh kabupaten/kota terkait pakaian dinas untuk SMA/SMK/SLB negeri. Jika sebelumnya tidak ada perbedaan, kini guru honorer dilarang menggunakan PDH warna khaki dan seragam Korpri. Mereka hanya boleh menggunakan kemeja polos warna terang dan celana gelap untuk pria. Sedangkan perempuan menggunakan blazer untuk Senin dan Selasa.
Rabu dan hari besar nasional atau setiap 17 Agustus kemeja putih, celana/rok hitam atau gelap. Kamis dan Jumat batik atau bordir. Perubahan ini membuat guru honorer K2 di Jawa Barat tersentak. Mereka menilai kebijakan tersebut sangat diskriminatif.
“Disdik Jabar sudah melakukan tindakan diskriminatif dalam menentukan seragam. Di hadapan siswa, harusnya guru PNS maupun honorer tidak dibedakan. Sebab, kami mengajar sesuai dengan kurikulum,” kata Koordinator Wilayah Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Cecep Kurniadi, Minggu (22/9).
Dia menduga, kebijakan tersebut dikeluarkan karena tindakan asusila dua oknum guru SMK yang viral di medsos dan sudah ditangani kepolisian.
“Sekarang semakin kelihatan mana guru PNS dan honorer. Padahal sebelumnya, tidak ada yang tahu kami honorer,” keluhnya.
Dia menambahkan, seragam khaki adalah pakaian dinas harian kebanggaan guru honorer. Dengan seragam tersebut mereka disegani para siswa dan orang tua karena dianggap PNS juga.
“Meski gaji minim tapi kebanggaan itu ada. Di mata masyarakat, kami guru PNS. Kalau sekarang dibedakan, kebanggaan hilang sudah,” tandasnya.
Lebih lanjut, Cecep mengaku kecewa dengan perbuatan dua oknum guru SMK swasta itu. Akibat tindakan keduanya, cukup memengaruhi perjuangan honorer K2 mendapatkan status PNS.
“Ada dampaknya lah. Apalagi keduanya guru honorer. Meski bukan honorer K2 tapi label honorer itu yang tercoreng,” kata Cecep.
Cecep juga geram dengan sikap dua oknum guru yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Sampai-sampai lupa diri dan berbuat tindakan asusila masih dengan pakaian seragam dinas khaki lengkap.
“Memang sih guru perempuannya enggak tahu kalau divideoin tapi sebagai tenaga pendidik di mana moralnya. Lagipula keduanya sudah berkeluarga. Ini semakin merusak nama baik honorer se-Indonesia,” tegasnya.
Dia menambahkan, akibat aksi bejat dua oknum tersebut sedikitnya bakal ada pengaruh pada perjuangan honorer K2 di Jabar khususnya. Itu sebabnya, Cecep dan pengurus lainnya berusaha mencari celah bertemu Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
“Kami sedang berkoordinasi dengan asprinya gubernur. Mudah-mudahan secepatnya bisa ketemu beliau. Kami ingin jelaskan honorer K2 benar-benar orang yang mengabdi kepada negara dan insyaallah enggak neko-neko,” tandasnya. [jpg]