DEMOKRASI - Setelah berkali-kali membantah soal adanya kamp penahanan warga Muslim Uighur dan keturunannya di Xinjiang, pemerintah China belakangan membenarkan adanya semacam pusat pendidikan dan pelatihan vokasi di wilayah Xinjiang. Namun pemerintah China tetap membantah bahwa kamp tersebut adalah penahanan dan pusat cuci otak.
Untuk membuktikan hal tersebut pemerintah China mengajak wartawan dengan jumlah terbatas untuk menyaksikan pusat pendidikan dan pelatihan yang dimaksud tersebut. Laporan BBC yang turut dalam kunjungan tersebut merekam dan menunjukkan aktivitas di pusat pelatihan tersebut.
Namun sekalipun pemerintah China dan pihak sekolah berupaya mempertontonkan adanya aktivitas dalam kamp tersebut adalah kegiatan yang normal, tetap muncul sejumlah kejanggalan di dalamnya.
Para peserta kalaupun tak disebut dengan tahanan yang kebanyakan adalah wanita dan pria yang sebenarnya sudah berusia dewasa. Mereka semua berseragam. Aktivitas mereka yang ditunjukkan kepada media massa antara lain belajar, mengoperasikan komputer, bernyanyi dan menari. Selain itu ada juga pelatihan untuk keperluan industri perhotelan hingga keahlian memotong rambut.
Warga Uighur yang ada di sana mengakui mereka tak melakukan kejahatan apa-apa dan di sana dilatih untuk belajar hal-hal baru. Saat ditanya soal praktik agama dan beribadah, seorang peserta pelatihan menjawab. "Hukum di China mengatur bahwa sekolah adalah tempat publik. Di tempat publik tidak boleh ada praktik agama," kata salah seorang siswa yang tak disebutkan namanya.
Dilaporkan sudah ratusan ribu orang Uighur yang dikirim ke kamp sejenis. Menurut laporan BBC, selain ruang kelas dan tempat pelatihan yang terlihat normal ada sejumlah area yang tak boleh dikunjungi dan kondisinya sangat ketat. Ada kamera di mana-mana, gerbang terkunci dan digembok, ada gulungan kawat duri dan penjaga melarang wartawan yang datang untuk mendekati area tertentu.
Rakhima Senbay, warga keturunan yang kini tinggal di Kazakhstan mengatakan bahwa dia pernah tinggal di kamp tersebut hampir satu tahun."Saya pernah diborgol selama seminggu. Ada juga saat-saat kami dipukul," kata Rakhima.
Dia melanjutkan juga pernah diserang dengan tongkat listrik. "Saya pernah tinggal di sana dan mereka melarang kami dikunjungi. Kami diancam jika membocorkan hal yang terjadi di sana maka kami akan dikirim ke tempat paling buruk di dunia katanya," kata Rakhima Senbay.
Sementara Zhang Zhiseng Kantor Urusan Luar Negeri Xinjiang berdalih bahwa pemerintah China membuat pusat pelatihan itu demi mendidik warga Uighur.
"Sejumlah orang sebelum mereka memang benar melakukan pembunuhan bisa terlihat bahwa mereka memang mampu untuk melakukannya," kata Zhang.
"Apakah kita harus menunggu mereka melakukan kejahatan. Kan lebih baik mencegahnya sebelum hal itu terjadi," kata dia lagi.
Pihak sekolah yang diminta keterangannya mengenai hal ini mengatakan bahwa yang mereka lakukan terhadap warga Uighur bukanlah cara untuk cuci otak.
Guru di sana mengatakan, mereka ingin mengubah paham ekstremis keagamaan warga Uighur sehingga mereka nantinya bisa mencari kerja setelah mereka lulus. Peserta berada di kamp pendidikan dua hingga empat bulan.
"Kami tak mencuci otak mereka. Kami hanya menghilangkan paham ekstremisme mereka," kata pengajar di kamp yang bernama Buayxiam Obliz di pusat pendidikan dan pelatihan Moyu. [vv]