DEMOKRASI.CO.ID - Sebuah acara menarik di Jepang "Jipangu" yang berlangsung 8 tahun, dan berakhir Rabu (18/9/2019) malam, menyindir jebakan utang China yang membuat negara lemah, misalnya Maldives, Sri Lanka, dan Kenya serta negara-negara di Afrika.
"Konsep zona ekonomi besar China "One Belt One Road" sebagai simbol supremasi China atas dunia.
Garis depan adalah ke Afrika, sekarang disebut "perbatasan terakhir".
Hal tersbeut mengejar ambisi besar Cina yang secara drastis mengubah kehidupan masyarakat dan sekaligus juga tantangan Jepang," ungkap pembawa acara Yasushi Kamada dan Selly.
Konsep tersebut juga banyak disebut sebagai diplomasi perangkap utang adalah jenis diplomasi berdasarkan utang yang dilakukan dalam hubungan bilateral antar negara.
Hal ini melibatkan satu negara kreditor yang secara sengaja memperpanjang kredit berlebihan ke negara debitor lain dengan harapan dapat mengekstraksi konsesi ekonomi atau politik dari negara debitor ketika negara tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya (seringkali pinjaman berbasis aset, dengan aset termasuk infrastruktur).
Seorang wartawan Daily Nation dari Kenya, David Moere mengungkapkan kepada wartawan Jipang TV Tokyo, Rabu (18/9/2019) bahwa China telah menjajah Kenya.
"Sebagian uang dari China. Negara itu telah menjajah kita kembali ke masa lalu. Negara Kenya dalam keadaan bahaya besar sebenarnya," kata Moere.
Soal pinjaman dana tersebut dikonfirmasikan langsung ke Menteri Infrastruktur Kenya, Macharia, TV Tokyo hanya dijawab, "No Comment" saja tanpa komentar lainnya.
Dalam acara kemarin tampak bantuan Jepang ke Kenya untuk pembangunan Pelabuhan Monbasa Kenya dan jembatan telah dilakukan.
Namun ternyata kalau dilihat masa depannya bisa disita China, apabila Kenya tak bisa bayar utang kepada China.
"Kondisi pinjaman China sering tidak dipublikasikan dan uang pinjaman biasanya digunakan untuk membayar kontraktor dari negara kreditor," tambah Moere.
Itulah asal dari istilah perangkap utang, situasi di mana utang menjadi sulit untuk dibayar.
Ini bisa terjadi karena pemberi pinjaman seperti menetapkan bunga tinggi.
Sebagai catatan, misalnya saja pinjaman 5 miliar dolar dari China untuk proyek pembangunan kereta cepat Jakarta - Bandung ke China dengan bunga 2,5 persen per tahun.
Padahal Jepang dalam pinjamannya kepada Indonesia hanya memberikan bunga sekitar 0,1 persen per tahun.
Berfokus pada Cina, baru-baru ini para analis di media sering merujuk praktik tersebut sehubungan dengan kebijakan luar negeri Tiongkok, terutama di bawah Pemimpin Xi Jinping.
Dia telah memperluas bantuan luar negeri China, investasi infrastruktur, keterlibatan energi, dan keterkaitan ke berbagai bidang.
China adalah pemimpin dunia dalam pembangunan infrastruktur, yang telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat sejak reformasi dan pembukaannya di bawah Deng Xiaoping karena strategi pembangunan berbasis infrastrukturnya.
Kebijakan ini dianggap diplomasi perangkap utang karena ketika ekonomi yang berutang gagal untuk melayani pinjaman mereka, mereka ditekan untuk mendukung kepentingan geostrategis Tiongkok.
Beberapa komentator, misalnya, menyatakan bahwa China mendukung rezim represif dengan cara neokolonialis melalui pinjaman tingkat tinggi, dengan tujuan memaksa negara-negara ini begitu mereka default sehingga mereka menyelaraskan dengan Cina pada isu-isu strategis dan militer utama.
China telah dituduh melakukan negosiasi rahasia yang mengarah pada penetapan harga non-kompetitif pada proyek-proyek di mana penawaran harus diberikan kepada perusahaan milik negara atau terkait China yang membebankan harga yang jauh lebih tinggi daripada yang akan dibebankan pada pasar terbuka, dan penawaran harus ditutup.
Istilah ini telah digunakan untuk menggambarkan praktik pinjaman negara China kepada beberapa negara berkembang.
Sebuah contoh pinjaman tinggi China adalah pinjaman 2006 yang diberikan kepada Tonga, yang berupaya memperbaiki infrastrukturnya.
Dari 2013 hingga 2014, negara itu mengalami krisis utang sejak Ex-Im Bank of China memberikan pinjaman kepada negara Afrika tersebut.
Pinjaman tersebut menyita 44 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) Tonga.
Analis Barat telah mengungkapkan bahwa diplomasi perangkap utang China mungkin memiliki niat dan tantangan hegemonik terhadap kedaulatan negara.
Serta juga menuduh melakukan perdagangan yang tidak adil dan kesepakatan keuangan karena negara-negara yang kekurangan uang tidak mampu menolak uang Beijing.
Analis, Duta Besar Chas . Freeman, Jr (USFS, Ret.) mengungkapkan bahwa "Kebijakan perangkap utang" adalah frasa tajam yang ditemukan oleh seorang polemik India dan contoh dari apa yang disebut jebakan utang yang pernah dikutip adalah Pelabuhan Hambantota, yang ditugaskan oleh presiden otokratis Sri Lanka di masa lalu.
Sebuah laporan SAIS-CARI (School Advanced International Studies China Africa Research Initiative) dari Agustus 2018 menemukan bahwa "Pinjaman China saat ini bukan merupakan kontributor utama kesulitan hutang di Afrika.
Namun banyak negara telah meminjam banyak dari Cina dan lainnya.
Setiap janji pinjaman baru dari China kemungkinan akan meningkatkan beban utang Afrika yang semakin besar ke dalam rekening.
Pembangunan Pelabuhan Magampura dengan biaya 361 juta dolar AS yang 85 persen didanai oleh Bank Ekspor-Impor milik negara China dengan tingkat bunga tahunan 6,3 persen.
Ketidakmampuan Sri Lanka untuk membayar utang di pelabuhan, pinjaman tersebut disewakan kepada China Merchants Port Holdings Company Limited milik pemerintah China dengan sewa 99 tahun pada 2017.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di Amerika Serikat, Jepang, dan India bahwa pelabuhan tersebut dapat digunakan sebagai pangkalan angkatan laut Cina.
Tuduhan lain dari diplomasi perangkap utang oleh China masing-masing sebagai berikut:
1. Sebanyak 2,5 miliar dolar AS untuk perusahaan listrik negara Afrika Selatan, Eskom, yang diatur pada masa pemerintahan Jacob Zuma. Serta pinjaman R370 miliar (25,8 miliar dolar AS) selama masa kepresidenan Cyril Ramaphosa.
2. Sebanyak 6,4 miliar dolar AS dari total utang Zambia 7,7 miliar dolar AS, dimiliki oleh China yang mewakili beban utang yang besar mengingat ukuran ekonomi Zambia yang relatif kecil.
Pada tahun 2018, anggota parlemen Zambia memperdebatkan apakah pinjaman China, yang ditandai dengan ceroboh dan sulit untuk dilunasi, menempatkan kedaulatan Zambia dalam risiko.
3. Pinjaman China untuk pemerintah Venezuela dari Nicolas Maduro dan Hugo Chavez.
4. Pinjaman China untuk pemerintah Malaysia pada jaman PM Najib Razak.
5. Pinjaman ke Djibouti untuk mengembangkan pelabuhan strategis.
6. Pinjaman China total 77 persen dari total utang negara diperkirakan 7,1 miliar dolar AS utang Tiongkok dipegang oleh Republik Kongo. Jumlah pastinya tidak diketahui bahkan oleh pemerintah Kongo.
7. Pinjaman ke Kirgistan, sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan.
8. Pinjaman ke Laos, sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan.
9. Maladewa, sebagai bagian dari inisiatif One Belt and One Road.
10. Mongolia, sebagai bagian dari inisiatif One Belt and One Road.
11. Pinjaman untuk membangun jalan raya nasional di Montenegro, sebagai bagian dari inisiatif One Belt and One Road.
12. Pinjaman senilai 19 miliar dolar AS untuk Pakistan, bagian dari Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC) dan proyek-proyek lainnya.
Sebuah laporan investigasi New York Times dari Desember 2018 melaporkan dimensi militer yang muncul dari investasi, yang disebutnya perangkap utang dan dinyatakan berada di bawah tata kelola yang buruk dan transparansi yang tidak ada.
13. Pinjaman Tiongkok untuk Tajikistan, sebagai bagian dari inisiatif One Belt and One Road.
12. Pinjaman 115 juta dolar AS kepada Tonga untuk membangun kembali infrastruktur.
13. Pinjaman 2 miliar dolar AS untuk Papua Nugini berjumlah hampir seperempat dari total utangnya.
14. Tiongkok membiayai ibu kota baru Mesir, Kairo Baru.
Dalam sebuah wawancara, Jenderal Ahmed Zaki Abdeen, yang mengepalai perusahaan milik negara Mesir yang mengawasi ibu kota baru, mengkritik keengganan Amerika untuk berinvestasi di Mesir, dengan mengatakan: "Berhentilah berbicara dengan kami tentang hak asasi manusia," katanya.
“Datang dan berbisnis dengan kami. Orang Cina datang - mereka mencari situasi yang saling menguntungkan. Selamat datang di Cina."
15. Dilaporkan pada akhir tahun 2018 bahwa pemerintah Zambia sedang dalam pembicaraan dengan China yang dapat mengakibatkan total penyerahan perusahaan listrik negara ZESCO sebagai bentuk pembayaran utang karena negara tersebut telah gagal membayar pinjaman Cina untuk proyek-proyek infrastruktur Zambia.
Cina adalah pemangku kepentingan utama dalam perekonomian Afrika dengan pengaruh signifikan pada banyak aspek.
Menurut penelitian yang dilakukan sebagai bagian dari Kampanye Hutang Yubileum pada Oktober 2018, negara-negara Afrika berutang 10 miliar dolar AS pada 2010 meningkat menjadi lebih dari 30 miliar dolar AS pada 2016.
Pinjaman Tiongkok ke negara-negara Afrika adalah bagian dari ledakan investasi luar negeri berskala besar yang menjadi bagian dari upaya negara untuk menjadi negara adidaya ekonomi.
Lima negara teratas di Afrika dengan utang Cina terbesar saat ini, adalah Angola (25 miliar dolar AS), Ethiopia (13,5 miliar dolar AS), Kenya (7,9 miliar dolar AS), Republik Kongo (7,3 miliar dolar AS), dan Sudan Utara (6,4 miliar dolar AS).
Menumbuhkan hutang ke China secara positif mempengaruhi ekonomi Afrika melalui pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan.
Jenis infrastruktur utama yang diperbaiki oleh utang-utang ini termasuk jalan, kereta api, dan pelabuhan.
Infrastruktur yang ditingkatkan mendukung sistem perdagangan, kesehatan dan pendidikan internal.
Salah satu contoh pembangunan infrastruktur adalah Proyek Bendungan Merowe di Sudan.
Ini diatur untuk lebih dari dua kali lipat pengembangan daya di Sudan, yang saat ini sangat kurang. [tn]