DEMOKRASI - Tercatat sedikitnya empat unicon terbesar di Indonesia disinyalir mendapat donor dari pihak asing untuk mengepakkan sayap bisnis berbasis onlinenya. Terlebih suntikan dana yang mengalir pada e-commers seperti Gojek, Bukalapak, Tokopedia dan Traveloka tidak sedikit uang yang digelontorkan.
Hal itu, dinilai dapat mengancam ketahanan pasar nasional seperti UMKM dan sejenisnya yang berasal dari kearifan lokal asli Indonesia.
Begitu kata Ketua Bidang Pendidikan LSKE Kadin Indonesia, Bayu Prawira pada dialog publik bertajuk 'Dampak Operasional dan Kepemilikan Saham E-Commerce terhadap Ketahanan Ekonomi Nasional", di Gedung Menara Kadin Indonesia, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (7/8).
"Informasi terbaru, seperti dilaporkan Tech-Crunch, Gojek telah mendapat persetujuan suntikan dana dari beberapa investor: Google, JD.com, dan Tencent sebesar 920 juta dolar AS (Rp 13 triliun) yang telah menaikkan valuasi perusahaan menjadi sekitar 9,5 miliar dolar AS," ungkap Bayu.
Menurut Bayu, status Gojek yang masih masuk kategori unicorn secara drastis akan berganti menjadi decacorn yang tarafnya lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan kepemilikan saham dan perputaran keuangannya melebihi unicorn.
"Artinya, tinggal selangkah lagi Gojek "naik kelas" menjadi decacorn, yaitu startup dengan valuasi 10 miliar dolar AS ke atas," kata Bayu.
Meski begitu, lanjut Bayu, dari sekian banyak investor Gojek, hanya dua perusahaan yang berasal dari dalam negeri, yakni Astra International Tbk (Indonesia) yang mengucurkan dana sebesar 150 juta dolar AS atau setara Rp 2 triliun dan Global Digital Niaga, anak perusahaan modal ventura Global Digital Prima (GDP) milik Djarum Group. Selebihnya investor asing. Begitu pula Tokopedia," imbuhnya.
Sementara, untuk unicorn Tokopedia, tercatat hanya ada satu investor lokal yaitu Indonusa Dwitama, dengan kucuran dana yang berasal dari Alibaba Group (China) dan Softbank Vision Fund (Inggris) senilai 1,1 miliar dolar AS.
Kemudian, unicorn lokal lain, Traveloka, juga mengalami perkembangan pesat lantaran mendapat kucuran dana dari investor asal Amerika Serikat, China, Jepang, dan India.
"Tak tercatat satu pun investor lokal di perusahaan agregasi jasa perjalanan online ini (Traveloka)," ujar Bayu.
Hal berbeda dialami Bukalapak, menurut Bayu, mayoritas saham Bukalapak masih dikuasai PT Emtek, melalui anak perusahaannya, PT Kreatif Media Karya (KMK) memiliki 49,15 persen saham Bukalapak yang nilainya hampir mencapai Rp 500 miliar.
"Investor lainnya adalah Batavia Incubator, perusahaan join Corfina Group dengan mitranya, Rebright Partners, spesialis inkubator dari Jepang. Dari lima investor asing Bukalapak, tiga perusahaan dari Jepang, satu dari AS, dan satu perusahaan Korea Selatan," demikian Bayu.
Selain Bayu, hadir sejumlah nasumber dalam acara tersebut diantaranya; Ketua Lembaga Inovasi Teknologi Start Up Kadin Indonesia, Patrick Walujo, Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J. Rachbini.
Kemudian, Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (IDEA), Ignatius Untung S, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal (PIPM) BKPM, Farah R Indriani, serta Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan para pelaku usaha Start up atau Unicorn.
SUMBER