Oleh: Gusmiyadi Goben*
ORANG-orang mesti konsisten. Tempo hari Jokowi dinilai minim kapasitas. Presiden Boneka. Jokowi dikendalikan oleh barisan orang-orang atau kelompok yang ada di sekelilingnya. Saya pikir, pendukung Jokowi sekalipun, di dalam hati kecilnya mengamini fakta ini.
Kini barisan itu menjadi rapuh, panik, dan saling curiga karena manuver Prabowo. Terlebih siang ini-setelah tempo hari bertemu Jokowi-Prabowo lakukan pertemuan dengan Megawati.
Manuver Prabowo ini tentu saja berdampak terhadap semakin sempitnya ruang gerak antarkelompok di kubu Jokowi. Kelompok inilah yang selama lima tahun ke belakang melakukan operasi politik atas kebijakan-kebijakan strategis di negara ini.
Dalam situasi seperti ini, sesungguhnya yang terpenting adalah jangan terburu-buru melakukan justifikasi terhadap Prabowo. Babak awal cerita soal MRT, Prabowo berhasil menyibak tabir dukungan semu di barisannya. Prabowo ini dikenal sebagai muasal istilah tentara hijau (Islam) karena komitmennya terhadap agama.
Tetapi di sisi lain, tidak pernah terbantahkan bahwa Prabowo memiliki komitmen nasionalisme yang tinggi atas bangsa ini. Maka tentu keliru berat kalau Prabowo kemarin-kemarin dituding turut mendukung Islam garis keras atau malah setuju dengan negara khilafah.
Prabowo telah memimpin Partai Gerindra lebih dari 10 tahun. Sepanjang sejarah, Gerindra ini ada di barisan oposisi. Tak pernah sedikit pun Prabowo merasa susah dengan pilihan politiknya itu. Ia selalu bergairah mengangkat tema-tema kedaulatan, kemandirian, nasionalisme, dan seterusnya.
Nah kini, pascapemilu, meski tidak dalam posisi berkuasa, Prabowo tentu tertantang atas kemungkinan melakukan rekonsiliasi. Karena ada peluang untuk mendorong gagasan, platform hingga visi, untuk dielaborasi dalam paket rekonsiliasi konstruktif demi bangsa dan negara.
Pilihan politik ini akan berdimensi luas. Ketegangan politik sejak lima tahun lalu tensinya akan semakin menurun. Cebong-Kampret dipastikan bubar. Proses elaborasi ini akan membatasi banyak sekali ruang gerak kaum oportunis.
Di sisi lain, Prabowo juga berpeluang mengawal kebijakan-kebijakan berbasis tema-tema ekonomi dan sumber daya alam sebagai konsentrasi perjuangan yang sedari dulu ia gelorakan.
Usai membaca surat dari Prabowo, Amien Rais tampaknya mulai memahami langkah Prabowo. Pernyataannya mulai melunak. Mulanya Ia tampak sinis menilai pertemuan MRT. Kini ia mulai memantik sarat-sarat rekonsiliasi.
Secara prinsip, tentu ini menjadi sinyal bahwa Amien Rais akhirnya setuju dengan langkah-langkah Prabowo Subianto. Pun PKS, partai ini tidak menyerang Prabowo. Mereka menghormati langkah yang diambil dan mungkin sedang merancang strategi khusus bagi masa depan partai mereka.
Prabowo tentu tidak mudah dijengkali dengan isu keserakahan dan haus kekuasaan. Bagi Prabowo hal-hal yang bersifat materialistis sudah selesai dan tuntas bagi dirinya.
Prabowo tentu juga menyadari bahwa langkah yang diambil sangat beresiko bagi Gerindra di tengah arus dukungan pilpres yang luar biasa besar dan panas. Tapi ia selalu saja mengatakan: Demi Rakyat, Demi Indonesia.
*) Aktivis Indonesia Bergerak Caleg Gerindra terpilih
SUMBER