DEMOKRASI - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut "Tim Gabungan Pakar" yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah gagal mengungkap kasus teror yang dialami Novel Baswedan. Sebaliknya, tim pakar justru telah memojokkan Novel sebagai korban dan membangun ketidakpercayaan atau distrust terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Temuan tim pakar memojokkan korban dan membuat distrust terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri kita," kata Ketua WP-KPK, Yudi Purnomo, dalam konferensi pers bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Tim Advokat Novel Baswedan di kantor KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 17 Juli 2019.
Dalam konferensi pers tim pakar yang difasilitasi Mabes Polri dan dimoderatori oleh Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal, Juru Bicara Tim Pakar, Nur Kholis, menyatakan teror yang dialami Novel diduga sebagai bentuk balas dendam atas penanganan kasus yang dilakukan Novel. Menurutnya, teror tersebut diduga disebabkan adanya penggunaan kewenangan secara lebih atau excessive use of power.
Atas dasar itu, tim pakar merekomendasikan ke kapolri untuk mendalami probabilitas motif sekurang-kurangnya enam kasus high profile yang ditangani oleh korban mulai dari kasus e-KTP hingga kasus yang yang tidak dalam penanganan KPK namun memiliki potensi terlibat penyerangan terhadap Novel.
Yudi menyatakan rakyat Indonesia sejatinya menunggu hasil kerja tim pakar yang telah bekerja selama enam bulan terakhir. Saat tim pakar menyerahkan hasil pada kapolri pekan lalu, sempat muncul sinyalemen positif atas kerja mereka. Namun, masyarakat, termasuk pegawai KPK kecewa dengan hasil yang dipaparkan tim pakar.
"Ternyata hari ini kami pegawai KPK menyaksikan konferensi pers dan rakyat Indonesia hasilnya jauh panggang daripada api," kata Yudi.
Diketahui, selama enam bulan bekerja tim pakar yang beranggotakan para pegiat HAM, akademisi, dan pakar itu gagal mengungkap peneror Novel baik pelaku lapangan apalagi aktor intelektual. Alih-alih mengungkap pelaku, tim pakar justru mengembangkan motif terjadinya teror.
"Bagaimana mungkin motif ditemukan, tapi pelaku tidak didapatkan. Sebab, seharusnya jika pelaku ditangkap baru diketahui motif," kata Yudi.
Sementara anggota Tim Advokat Novel Baswedan, Arief Maulana, menyatakan kekecewaan yang mendalam atas hasil kerja tim pakar. Tim Advokat Novel memandang tim pakar gagal menjalankan rekomendasi Komnas HAM. Tak hanya itu, kekecewaan semakin mendalam lantaran tim pakar telah menyudutkan Novel yang merupakan korban dari kasus teror ini.
"Yang menyedihkan lagi hari ini kita justru melihat ada statement laporan yang justru meyudutkan korban tindak pidana. Novel disebut menyalahgunakan wewenang atas dasar apa tim gabungan sebutkan hal tersebut," kata Arief.
Arief yang juga peneliti dan pengacara publik LBH Jakarta menegaskan kegagalan tim pakar merupakan kegagalan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Polri secara institusi. Hal ini lantaran tim tersebut dibentuk dan bertanggung jawab pada kapolri.
"Kegagalan tim satgas bentukan Polri bukan hanya kegagalan tim sendiri, tapi juga kegagalan institusi Polri karena secara struktur bertanggung jawab pada kapolri," katanya.
SUMBER