DEMOKRASI - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) heran dengan sikap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan yang meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan impor garam.
Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan, persoalan garam berada di dalam ranah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dikoodinasikan oleh Kemenko Maritim, sehingga ini menjadi kebijakan Luhut untuk memutuskan, bukan Presiden Jokowi.
"KKP itu di bawah koordinator Kemaritiman, dan yang membawahi teratas secara regulasi itukan Pak Luhut, lah kok Pak Luhut malah teriak ke Pak Jokowi?," ungkap Enny, Selasa (23/7).
Dengan ini kata Enny, tidak semua presiden mengurusi semua hal, oleh karenanya ada peran menteri, yang juga diatur oleh kementerian koordinator untuk mengambil keputusan
"Kalau Pak Luhut yakin kita gak perlu impor garam atau stock kita cukup misalnya, ya kan Pak Luhut tinggal buat keputusan. Ini kok malah nyuruh Presiden, ini namanya lempar tanggung jawab," lanjutnya.
Hal ini bagi Enny sebagai tanda ketidakpastian dunia usaha, sehingga siapa yang bertanggung jawab menjadi tidak jelas alurnya. Bahkan membuat masyarakat kebingungan untuk mendapatkan solusi.
"Kan kalau ini ada persoalan yang lain cuma kerja, yang lain cuma mengkritik, nah terus yang menyelesaikan masalah siapa? masa rakyatnya sendiri yang punya masalah suruh menyelesaikan masalahnya sendiri? lalu dimana kehadiran pemerintah," tegasnya.
"Pemerintahan berwenang justru cuma berteriak tidak memutuskan, yang dibutuhkan itu sekarang keputusan yang terbaik, tapi keputusan itu tidak boleh asal-asalan harus benar-benar adanya identifikasi persoalannya apa," tandasnya.
Sebelumnya, Luhut menyampaikan bahwa garam impor membuat harga garam turun apalagi jika impor dilakukan saat waktu panen.
"Jadi sekarang ini saya sarankan presiden, eloknya tidak usah lagi ada impor-impor. Itu bikin kacau," kata Luhut, Selasa, (23/7).
Ia mengatakan, produksi garam dalam negeri sudah mampu menutupi permintaan konsumsi garam nasional. Contohnya sentra garam di Kupan, Nusa Tenggara Timur (NTT)
Di Kupang, kata Luhut, terdapat 5.270 hektare yang memproduksi garam. Dengan luas itu, maka dihasilkan 800 ribu ton pada 2021, oleh karenanya kebijakan impor garam tidak perlu lagi.
SUMBER