DEMOKRASI - Langkah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menurunkan tim investigasi ke MAN 1 Sukabumi, Jawa Barat, terkait pengibaran bendera tauhid, dikritik oleh Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI).
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan mempertanyakan motif Menag Lukman menginvestigasi viralnya video pelajar MAN yang tengah mengibarkan bendera dengan lafaz "La ilaha illallah Muhammad Rasulullah" di media sosial Twitter.
Dalam pendapat hukumnya, Minggu (21/7), Chandra menyatakan bahwa tidak ada putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya yang melarang mencetak, mengedarkan dan mengibarkan bendera tauhid berlafadz "la ilaaha illallah Muhammad Rasulullah ".
Kemudian, katanya, tindakan mencetak, mengedarkan dan mengibarkan bendera tauhid bukan perbuatan melanggar hukum dan/atau tidak ada delik pidana atas hal tersebut.
Oleh sebab itu dia mempertanyakan tindakan menag atas dasar apa dan untuk apa melakukan investigasi terhadap siswa yang mengibarkan bendera tauhid.
"Atau patut diduga ada motif dan kepentingan politik tertentu? Hal ini harus diklarifikasi oleh menag agar tindakan menang tidak dinilai oleh masyarakat sebagai anti Islam dan tidak merugikan simbol Islam," ucap Chandra.
KSHUMI memandang bahwa semestinya Menag Lukman melindungi dan menjamin ajaran, dakwah Islam dan simbol-simbol Islam dari upaya potensi dugaan kriminalisasi.
Bagi setiap orang yang berusaha melakukan tindakan perampasan dan penyitaan terhadap bendera tauhid milik orang lain tanpa hak, lanjutnya, maka terancam pidana 9 tahun penjara sebagaimana pasal 368 KUHP dan termasuk tindakan persekusi terhadap orang yang mengibarkan bendera tauhid adalah perbuatan melanggar hukum.
"Bagi masyarakat yang dipanggil dan atau diperiksa terkait pengibaran bendera tauhid, masyarakat tidak perlu takut karena mengibarkan bendera tauhid bukan perbuatan pidana," tandas Chandra.
SUMBER