Oleh Deni Iskandar, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah, Periode 2018-2019.
Apabila kita melihat dengan mata telanjang, isi atau point dari "Visi Indonesia" yang disampaikan Presiden Jokowi, minggu (14/07) di Sentul International Convention Center, Bogor Jawa Barat. Maka sebenarnya, kita telah menyaksikan sebuah tontonan menarik, tentang seorang pemimpin yang tersandera karena kepentingan pembangunan dan tentang lemahnya sebuah pemerintahan di negeri yang kaya.
Ya, begitulah gambaran yang tepat apabila kita melihat rencana Presiden Jokowi, yang ingin memetakan ulang, arah kebijakan ekonomi-politik dengan cara memberikan ruang seluas-luasnya kepada investor agar melakukan investasi di Indonesia. Point ketiga dalam Visi Indonesia, merupakan buntut serentetan narasi panjang atas keterlibatan pemerintah kita sendiri dalam program One Beld One Road (OBOR) China, pada saat menghadiri Tingkat Tinggi (25-27/04) di Beijing.
Kesepakatan atas kerjasama dengan China dalam program perdagangan One Beld One Road (OBOR) yang dilakukan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) sebagai Menko Kemaritiman dan Jusuf Kalla (JK) sebagai Wakil Presiden, merupakan cikal bakal, dari pada munculnya Visi Indonesia point ketiga, yang disampaikan Presiden Jokowi dalam sebuah pidato politik. Meskipun dalam penandatanganan itu, kehadiran dua politisi Golkar itu, menggunakan skema bisnis, namun baik Luhut atau pun JK posisinya adalah pejabat tinggi negara.
Secara sederhana, One Beld One Road (OBOR) China merupakan Jalur Sutra Modern yang hadir di Abad 21 yang sebelumnya pernah dibangun pengusaha-pengusaha Tiongkok di masa lalu, yang juga dijadikan sebagai pondasi ekonomi Tiongkok. Program Perdagangan Global yang ditawarkan pemerintah Tiongkok sebagai perdagangan dunia tersebut, diresmikan Presiden Xi Jinping, pada tahun 2013.
Saat ini, program perdagangan global yang ditawarkan pemerintah China sebagai konsep ideal perdagangan dunia itu, sudah menyadar ke 60 negara di kawasan Eropa, Afrika dan Asia, salah satunya adalah Indonesia. Program perdagangan global yang bergerak dibidang pembangunan jaringan infrastruktur terintegrasi dalam satu sistem kerja, dinilai bisa menjadi solusi dan jawaban atas adanya kesejangan ekonomi antar negara, baik negara di kawasan timur maupun barat.
One Beld One Road (OBOR) China yang merupakan program perdagangan global itu, menawarkan satu investasi terpadu bagi negara-negara yang terlibat secara kerjasama, dengan menyediakan ruang atau fasilitas perdagangan yang bebas hambatan. Hal itu dilakukan sebagai upaya membentuk satu lingkungan ekonomi terpadu yang kondusif bagi China dan negara-negara yang terlibat di Jalur One Beld One Road. (Yunling: 2005)
Misalnya, dengan memperkuat kerjasama keuangan, koneksi infrastruktur dengan membentuk jalur transportasi yang kuat dengan negara lain, dengan tujuan membantu negara-negara yang kapasitas ekonomi negaranya rendah, bisa meningkat ketika berada dalam Jalur Sutra dalam hal ini adalah, pengembangan infrastruktur.
Terjerat
Selain itu, kehadiran One Beld One Road China juga, bertujuan untuk memperkuat fasilitas perdagangan, dan fokus pada "trade barriers" (penghapusan hambatan dagang) atau secara sederhana, mempermudah investasi agar masuk ke semua negara, dengan satu aturan yang dibuat. Dalam konteks One Beld One Road (OBOR), maka yang menjadi inisiator kebijakan Investasi adalah China.
Keterlibatan Indonesia dalam One Beld One Road (OBOR) China, sebenarnya lebih berdampak pada gurita ekonomi dibandingkan pengembangan ekonomi. Sebab, program unggulan pemerintah Tiongkok ini, dilakukan dengan skema Turney Management atau sistem managemen satu paket. Ini artinya, One Beld One Road ala China, dalam hal ini bukan hanya menyediakan penyertaan modal berbentuk financial, akan tetapi juga ikut menyediakan semuanya, termasuk (Humant Right) sumber daya manusia atau tenaga kerja.
Dalam hal ini, penyertaan modal yang diperuntukan bagi pembangunan Infrastfuktur dalam Project One Beld One Road ini, sebesar 8 triliun dolar Amerika Serikat di 86 negara. Salah satunya termasuk penyertaan modal pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang terdiri dari pembangunan tol, bandara dan pelabuhan, yang selama ini menjadi kebanggaan dan program unggulan Presiden Jokowi.
Saya tidak mengatakan bahwa, Jokowi itu adalah China, apabila secara Geopolitik dan Geoekonomi, arah kebijakan pembangunan di Indonesia berkiblat ke China, itu adalah realitas yang tidak dapat dipungkiri adanya. Oleh karena itu, secara Geopolitik dan Geoekonimi, saat ini pemerintah Indonesia sudah mulai terjerat. Sebagai bangsa yang besar, haram hukumnya bersifat pesimis.
Seluas ilmu, sekuat iman, seteguh tauhid. Bangsa ini harus bisa berhadapan dengan dan peradaban. Sebab, nasi sudah menjadi bubur, keterlibatan Indonesia dalam Project OBOR China, disatu sisi bisa menjadi peluang dan disisi lain juga, dapat menjadi ancaman bagi kehidupan berbangsa dan negara.
Peluang
Project One Beld One Road China atau Jalur Sutra, mencoba hadir dengan mengedepankan visi integrasi ekonomi terpadu. Dalam konsep ini, semua negara yang terlibat melakukan kerjasama di Jalur Sutra, bisa melakukan investasi, memasarkan produk-produk unggulan disetiap negara-negara.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara berkembang, sangat berpeluang untuk bisa mengenalkan produk-produk unggulan dalam negeri agar dibisa dipasarkan ke luar negeri. Misalnya, seperti pengembangan produk-produk ekonomi kreatif, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya.
Pada saat yang sama, Indonesia sebagai negara berporos maritim, juga sangat berpeluang besar, untuk bisa mengembangkan sektor-sektor pariwisata agar dikenal di kancah dunia.
Ancaman
Selain adanya peluang, keterlibatan Indonesia dalam One Beld One Road juga memiliki ancaman. Oleh karena itu, yang harus dipikirkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah, memperkecil ancaman dan memperbesar peluang. Sebab, disadari atau tidak, keterlibatan Indonesia dalam Project ambisius ini, adalah Bisnis pejabat.
Spirit yang dibangun dalam Project One Beld One Road ini adalah Investasi, secara sederhana, logika dasar investasi selalu bersifat "Biner" (berhadapan). Dalam konteks perdagangan, maka hanya ada dua istilah, yaitu "Untung atau Rugi". Jangan sampai, terlibatnya Indonesia dalam program perdagangan global ini, bisa memecah belah persatuan, yang itu sangat jelas merugikan bangsa kita.
Sebab, bagaimana pun, One Beld One Road China ini, akan membenturkan banyak hal. Diantaranya adalah benturan ideologi, budaya, bahasa, dan ekonomi. Oleh karena itu, tantangan dan ancaman yang akan dihadapi bangsa ini adalah, benturan terhadap banyak hal. Terkhusu benturan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara. Apabila keterlibatan Indonesia dalam One Beld One Road (OBOR) China, lebih besar pada ancaman, maka yang harus bertanggung jawab adalah Jusuf Kalla dan Luhut Binsar Panjaitan serta Partai Golkar.
SUMBER