DEMOKRASI - Juli ini, genap 6 bulan Irjen Pol Gatot Eddy Pramono menjabat Kapolda Metro Jaya. Tak ada yang menyangka bahwa ia yang akan ditunjuk menjadi orang nomor satu di lingkungan Polda Metro Jaya.
Jangankan orang lain, Gatot sendiri tak menyangka sama sekali.
Bermula ketika Gatot diperintahkan menghadap Kapolri di awal Januari lalu. Sebagai anak buah, Gatot langsung sigap meluncur untuk menemui sang pimpinan. Dalam pertemuan itu, Kapolri tidak serta merta mengatakan bahwa Gatot akan jadi Kapolda Metro Jaya.
Sebab yang disampaikan Kapolri di awal pembicaraan adalah beberapa nama yang sedang dipertimbangkan untuk menjadi Kapolda Metro Jaya. Gatot menyimak dengan seksama penuturan Kapolri.
Tiba-tiba di akhir pembicaraan, yang disampaikan Kapolri justru mengejutkan. “Kalau kamu yang saya perintahkan jadi Kapolda Metro, bagaimana?” tanya Tito.
Gatot terkejut, tetapi kemudian menjawab. “Jika diperintahkan, saya siapkan melaksanakan perintah,” jawab Gatot.
Akhirnya, jadilah Gatot sebagai Kapolda Metro Jaya.
Nah sekarang santer beredar kabar bahwa Gatot digadang-gadang akan menjadi Wakapolri menggantikan Komjen Polisi Ari Dono Sukmanto yang akan pensiun pada awal 2020. Banyak pihak bertanya mungkinkah itu terjadi sebab pangkat Gatot masih Irjen.
Mungkin saja terjadi. Caranya, dengan menempatkan Gatot terlebih dahulu di pos jabatan bintang 3. Salah satu pos jabatan yang akan segera kosong adalah Kabaharkam Polri yang kini masih dijabat oleh Komjen Pol Condro Kirono.
Gatot berpeluang besar mengisi pos jabatan yang akan ditinggalkan Condro. Bisa juga, Kabareskrim Komjen Idham Azis digeser menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) menggantikan Komjen Pol Suhardi Alius.
Lalu pos jabatan sebagai Kabareskrim, diisi oleh Gatot. Sebab sepanjang Idham menjadi Kabareskrim, ia nyaris tak penah ngantor dengan alasan posisinya sebagai Satgas Polri untuk penanganan teror.
Oleh karena ia berposisi sebagai Kepala Satgas, Idham memilih semau maunya. Mau ngantor di mana saja. Sehingga semua berkas Bareskrim yang harua ditanda-tangani, mesti 'gotong sana gotong sini' sesuai tempat rahasia yang berpindah-pindah lokasinya sebagai tempat persembunyian Idham.
Kalau memang sudah begitu, pindahkan saja Idham Azis sebagai Kepala BNPT. Silakan ia sampai pensiun mengurusi masalah terorisme sesuai minat dan pengalamannya.
Lalu, jabatan sebagai Kabareskrim diserahkan kepada yang lain, yang lebih mampu dan lebih cakap dalam memimpin Bareskrim.
Lagipula, dari segi usia, Idham sudah tak mungkin jadi Kapolri. Ia akan pensiun 1,5 tahun lagi. Karena, calon Kapolri idealnya masih memiliki masa dinas aktif minimal 2 tahun lagi.
Meski diberi kesempatan menjadi Kabareskrim, atas nama terorisme, Idham semau maunya berkantor. Dengan alasan ia adalah Satgas Antiteror yang menangani Densus 88 Antiteror.
Jika memang minat dan kemampuannya cuma ke Densus 88, maka Kapolri harus peka memahami situasi ini agar tidak merugikan organisasi Polri.
Menutup tulisan ini, banyak hal bisa terjadi di waktu mendatang terkait organisasi Polri. Kapolri sebagai pemimpin nomor 1 di institusinya, tentu lebih tahu mana yang terbaik.
Dan atas izin serta persetujuan Presiden, Tito akan mampu memilih pejabat Wakapolri yang baru. Dari semua nama, Gatot Eddy berpeluang paling besar.
Waktu yang akan menjawab teka-teki tentang siapa yang akan menerima amanah menjadi TB2 atau Tribrata 2, sebutan untuk Wakapolri.
Tapi kalau boleh memberi kisi-kisi, kandidat terkuat adalah perwira tinggi yang saat ini masih berbintang 2. Dia yang sukses mengamankan penyelenggaraan proses politik di Ibu Kota. Dari mulai kampanye, Pemilu, kerusuhan Mei, hingga pengamanan sidang MK tentang penetapan Presiden Terpilih.
Semoga saja.
SUMBER