logo
×

Selasa, 02 Juli 2019

Biji Jeruk Emas

Biji Jeruk Emas

Oleh M Rizal Fadillah

Sebuah tayangan animasi bagus tentang keadilan yang disimbolkan dengan "biji jeruk emas" yang ditawarkan oleh kancil "rakyat kecil" kepada lingkaran kekuasaan yang terdiri dari Raja (macan), Jenderal (anjing) dan Hakim (gorila). Diawali pernyataan Raja yang bangga telah membodohi rakyat dan disambut ucapan Hakim yang menyatakan kebijakan kekuasaan telah aman karena selalu dibingkai hukum.

Datang Rakyat (kancil) yang karena mencuri jeruk telah ditahan. Ia menghadap elite penguasa dan menawarkan "biji jeruk emas" yang bisa membuat kaya. Syaratnya harus bersih dan jujur. Jika tidak bersih dan jujur justru pohon dari biji jeruk tersebut akan mencelakakan dan mengutuknya. Tawaran kekayaan tentu sangat menarik. Ketika ditawarkan pada macan (raja) Raja menolak takut sambil berujar bahwa dirinya tak bersih karena biasa nepotis dan koncoisme. Kemudian ditawarkan pada Jenderal (anjing) dirinya juga menolak sambil ketakutan mengaku sebagai tukang korupsi uang rakyat. Lalu kepada Hakim (gorila) yang dinilai bersih dan bijak. Tetapi ketakutan juga dan menolak dengan mengaku tak jujur biasa kolusi dan menerima suap.

Begitulah akhirnya sang kancil mengecam perilaku para pembesar tersebut yang gemar bicara keadilan dan kebanaran tapi dusta seraya menggaungkan kalimat misi untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manis dan tajam sindiran kepada perilaku elit pemimpin. Kena dan aktual.
Memang kekuasaan di samping dekat dengan kekayaan juga lekat dengan penyimpangan. Mereka adalah "teman sejati" yang tolong menolong dalam dosa dan kejahatan. 

Pesannya adalah bahwa dibalik jas kebesaran Raja ada kekerdilan nyali. Berani hanya bersama kroni pengendali. Di dalam seragam rapi Aparat disitu uang korupsi tersembunyi. Dan pada hitam toga berwibawa Hakim, tertutup rapat suap dan kolusi. Rakyat selalu berposisi dipojok dan mudah untuk disalahkan, dikalahkan, serta dihinakan. Para pembesar itu orang-orang mulia. Namun palsu.

Agama mengajarkan bahwa Penguasa jujur, Aparat amanah, dan Hakim yang adil berada di Surga. Neraka justru berisi Pemimpin zalim, Aparat khianat, dan Hakim yang tidak adil. Dunia ini panggung sandiwara tempat bermain "laibun wa lahwun" karenanya banyak yang terkecoh oleh situasi permainan itu. Hidup tidak boleh "gambling" harus pasti. Aturan agama membimbing pada kepastian tersebut. Iman dan amal sholeh harus satu kesatuan.

Animasi hanya perumpamaan, akan tetapi dibuat sebagai pelajaran. Ketika diperankan oleh hewan, pas saja karena  memang manusia sering berkarakter hewan. Atau kadang lebih rendah dari hewan!

Bandung, 2 Juli 2019 (*)

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: