DEMOKRASI - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengkritik keputusan Polri yang kerap menggelar konferensi pers terkait kerusuhan 22 Mei di Kantor Kemenkopolhukam Jakarta. Menurut Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, keterangan pers kasus itu sebaiknya diadakan di kantor institusi Polri.
Choirul beranggapan lokasi tersebut bisa menimbulkan banyak pandangan dari berbagai pihak. Choirul khawatir, pengungkapan kasus 22 Mei dikaitkan ke ranah politik, bukan penegakan hukum.
“Alangkah baiknya Polri menyampaikan keterangan ini semua di Kantor Polri. Mengapa? Karena apapun, pasti framing-nya politik, bukan penegakan hukum. Jika di Kantor Polri, frame yang digunakan jelas. Kalau semuanya dinarasikan di Kantor Kemenkopolhukam, jangan salahkan masyarakat tak menaruh kepercayaan bahwa Polri mengungkap framing politik,” tutur Choirul, Rabu (12/6).
Menurutnya, penyelesaian kasus melalui perspektif penegakan hukum terlihat jelas karena setiap prasangka harus disertakan dengan dua alat bukti. Sedangkan, kata dia, publik selama ini kerap membenturkan kasus tersebut ke ranah politik lantaran selalu diungkapkan di Kantor Kemenkopolhukam.
“Kalau framing-nya politik atau keamanan, ya, enggak ada ukurannya, dan enggak berkontribusi baik terhadap penurunan tensi ketegangan di masyarakat,” imbuhnya.
Choirul juga memberikan dua catatan untuk Polri yang tengah membentuk tim investigasi mengusut kasus ini. Pertama, Choirul meminta Polri segera mengungkap dalang kerusuhan 22 Mei, khususnya kematian 9 korban meninggal dunia yang diduga polisi adalah perusuh.
Kedua, Choirul menekankan profesionalitas polisi. Dia berharap, Polri tak pandang bulu menangkap para perusuh, termasuk jika ada anggota Polri yang melanggar prosedur.
“Misalnya kayak kejadian di Kampung Bali, orang sudah diringkus masih saja diperlakukan secara tidak sewenang-wenang, penggunaan kewenangan secara berlebihan, polisi harus berani dituntut,” ungkapnya.
SUMBER