DEMOKRASI - Posisi Partai Demokrat yang tidak mendukung aksi jalanan dan premanisme dalam menuntaskan sengketa pilpres dinilai sudah tepat.
Apalagi, kata kader Partai Demokrat Andi Arief jika menilik dari laporan dari Majalah Tempo yang mengungkap dugaan kerusuhan 21 dan 22 Mei terjadi karena digerakkan oleh mantan anggota Tim Mawar yang berhimpun di relawan Prabowo-Sandi.
Dalam laporan berjudul “Tim Mawar dan Rusuh Sarinah” yang terbit pada Senin (10/6) lalu itu, Ketua Baladhika Indonesia Jaya, Dahlia Zein disebut sempat memberikan perintah kepada anak buahnya yang ikut aksi di depan Bawaslu agar membuat benturan dengan aparat keamanan.
Disebutkan juga bahwa Dahlia Zein kerap berkomunikasi dengan Fauka, anak buah Prabowo di Kopassus dan anggota Tim Mawar tahun 1998. Komunikasi yang terjalin seputar kerusuhan di Bawaslu pada 21 dan 22 Mei lalu.
“Jika laporan Majalah Tempo benar maka langkah Partai Demokrat sudah tepat. Bukan menolak people power, tapi tidak ingin terlibat Premanisme,” teranganya dalam akun Twitter pribadi, Selasa (11/6).
Andi kemudian menerangkan bahwa pengkhianat sesungguhnya dalam Koalisi Adil Makmur bukan Demokrat, melainkan pihak-pihak yang menggerakkan premanisme.
Atas alasan itu, Demokrat berkeinginan agar hubungan Prabowo-Sandi dengan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan momentum premanisme diputus.
“Biarlah people power terus mencari upaya damainya, biarlah premanisme berhadapan dengan penegak hukum, dan diisolasi dari perjuangan politik,” ujarnya.
Dia mengajak semua pihak untuk memberantas premanisme jalanan selama proses sengketa pilpres berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK). Hanya dengan begitu, sambungnya, MK bisa memutus dengan adil dan jalan rekonsiliasi sesudahnya tidak direcoki.
Andi mengingatkan bahwa di dunia ini tidak pernah ada kekuatan politik yang kalah pemilu bisa membalikkan keadaan dengan membuat kerusuhan.
“Filipina 1986 bukan karena semata pemilunya, namun puncak people power belasan tahun lamanya,” tegasnya.
SUMBER