Oleh Dr.syahganda Nainggolan
Orang-orang berkuasa sedang membangun narasi negatif bahwa Prabowo melakukan kejahatan pembrontakan. Kata mereka, setelah Prabowo kalah, lalu Prabowo marah, lalu menggerakkan perusuh dan kekuatan bersenjata. Kekuatan perusuh membunuh 8 orang, termasuk beberapa anak remaja, pada dinihari 22 Mei. Lalu kekuatan makar Prabowo dihancurkan. Prabowo kabur ke luar negeri dengan jet pribadi.
Tentu ada friksi di sana. Ryamizar Ryacudu tidak terima. Dia mengatakan bahwa tidak ada gerakan bersenjata maupun ancaman pembunuhan pejabat politik nasional. Jokowi sendiri membiarkan silang sengketa elit kekuasaannya.
Luhut Panjaitan juga setengah membela. Dia mengatakan bahwa bukan Prabowo aktornya. Prabowo disesatkan pembisik-pembisiknya. Menurut Luhut, Prabowo adalah orang hebat dan patriot.
Di Indonesia sudah tidak ada kelompok yang tidak memihak, kecuali YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Kelompok ini beberapa saat sebelum pemilu, bersama beberapa lembaga pengurus Hak2Asasi Manusia, sudah mengatakan tidak akan mendukung Jokowi lagi, namun tidak akan memilih Prabowo.
Beberapa hari lalu YLBHI bersama beberapa lembaga HAM lainnya melakukan Konprensi pers 9 halaman PDF berisikan temuan awal investigasi mereka atas Tragedi Mei berdarah.
Dalam rilisnya mereka menyampaikan dua indikasi penting, yakni pertama terjadi indikasi pelanggaran HAM. Kedua, terjadi penyimpangan hukum.
("Terindikasi adanya pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan yaitu tim medis, jurnalis, penduduk setempat, peserta aksi dan dari berbagai usia. Terjadi penyimpangan dari hukum dan prosedur yang ada yaitu diantaranya KUHAP, Konvensi Anti Penyiksaan/CAT, Konvensi Hak Anak/CRC, Perkap 1/2009, Perkap 9/2008, Perkap 16/2006 tentang Penggunaan kekuatan, Perkap 8/2010, Perkap 8/2009. Sumber: ylbhi.or.id")
Hasil investigasi YLBHI dkk ini sebuah indikator penting bergesernya posisi Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi ke arah negara otoriter. Sebenarnya indikator yang bersifat "high-politics" telah disinggung pengamat Indonesia (Indonesianis) Prof Aspinal dan Dr. Tom Power dari Australia, yang melukiskan rezim Jokowi sebagai "Neo-new Order". Namun, keberingasan rezim Jokowi terhadap rakyatnya, dari investigasi YLBHI ini, baru nyata bulan Mei ini.
Indikasi yang disampaikan YLBHI memberi warning bagi kita bahwa demokrasi sudah mati atau hampir mati. Penangkapan2 lawan politik dilakukan persis sama seperti jaman Suharto dan Sukarno. Inipun sebuah peringatan besar
Lalu bagaimana politik Prabowo saat ini?
Kepergian Prabowo ke Brunei Darussalam beberapa waktu lalu telah menjadi perhatian banyak pihak. Sultan Bolkiah adalah seorang Sultan atau pemimpin anggota negara persemakmuran. Dengan demikian dia mempunyai hubungan baik dengan 53 negara Commonwealth. Apakah Prabowo kesana bertemu Sultan?
Saat ini Prabowo pergi ke Austria. Sebelumnya Dubai, Uni Emirat Arab. Dengan siapa Prabowo bertemu? Juga masih dirahasiakan. Namun, sebagai sahabat King of Jordan dan mempunyai jaringan eks pasukan elite se dunia, dapat dipastikan Prabowo bertemu dengan banyak orang penting. Apalagi Prabowo mempunyai hubungan baik dengan Natanael Rothschild, salah satu bankers terbesar dan tertua di dunia.
Prabowo sendiri sebelumnya berangkat dengan sekertaris parlemen Rusia. Dan seorang warga Amerika.
Kepergian Prabowo dalam perspektif olok2 musuh politiknya sebagai melarikan diri tentu bersifat sumir, namun itu bisa saja terjadi.
Ayatollah Khomeini pemimpin Iran, Vladimir Lenin pemimpin Russia, Benigno Aquino pemimpin Filiphina adalah contoh2 pemimpin sebuah bangsa yang terusir dari negerinya. Seandainya Prabowo meninggalkan Indonesia karena sudah tidak ada demokrasi, dan dia dianggap sebagai otak makar, maka tentu saja Prabowo dapat memindahkan pusat perjuangannya di luar negeri.
Dalam "political game", yang penting seorang pemimpin tidak boleh menyerah. Prabowo tidak boleh mengaku kalah, sebagaimana keyakinannya semula, bahwa Prabowo dicurangi secara terstruktur, sistematis dan massif.
Dalam keyakinan seperti ini, kepergian Prabowo ke berbagai negara dunia adalah memperluas ruang gerak politik. Khususnya, membangun persekutuan politik yang se faham, khususnya dalam mempertahankan prinsip2 demokrasi dan hak-hak asasi manusia.
Jika berbagai pihak pendukung Prabowo mencari tahu kenapa Prabowo merubah strategi awal, yakni menolak keputusan KPU dan tidak akan ke Mahkamah Konstitusi (MK), jawabannya pastilah pilihan taktis saja. Prabowo membutuhkan waktu untuk bermanuver. Khususnya, bagaimana dunia internasional merubah pandangan mereka dalam melihat perspektif demokrasi yang suram di Indonesia ini.
*Penutup*
Prabowo adalah pemimpin besar. Prabowo sedang memperjuangkan demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia. Hal itu mengalir dalam silsilah keturunannya, silsilah perjuangan. Kecintaan besar rakyat Indonesia, yang ditunjukkan secara ekstrim dalam setiap kampanye Prabowo yang menyemut massanya, membuat Prabowo merindukan kebangkitan total, Indonesia yang berdaulat, bebas dari jajahan "asing dan aseng."
Namun, Prabowo membutuhkan dukungan kekuatan internasional untuk menekan Indonesia agar melakukan pemilu yang jujur dan adil. Itulah yang mungkin sebagai penjelasan politik manuver internasional yang dilakukan Prabowo saat ini.
Kita harus percaya pada Prabowo dan selalu mendoakannya.
SUMBER