NUSANEWS - Debat kedua calon presiden telah dilaksanakan. Baik Joko Widodo dan Prabowo Subianto beradu argumen di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu malam, 17 Februari 2019.
Pengamat Ekonomi dan Politik, Kusfiardi, mengatakan, dengan posisi sebagai petahana, data-data yang disampaikan Jokowi harusnya bisa lebih akurat. Bukan hanya itu, penyampaian data harusnya disertai dengan mengungkap data mengenai dampak terhadap masyarakat dan manfaatnya terhadap kepentingan nasional.
Kusfiardi menekankan, terutama kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan penguatan ekonomi nasional. Namun itu semua terlewatkan oleh petahana dalam kesempatan debat kedua itu.
“Dengan demikian, dari seluruh sesi debat, apa yang disampaikan petahana sangatlah artifisial. Bagi petahana kesemuanya itu penting dijelaskan ke publik, terutama menyangkut kepentingan mensejahterakan rakyat, memperkuat perekonomian nasional dan pembangunan yang tetap memperhatikan daya dukung dan kelestarian lingkungan hidup,” ujar Kusfiardi kepada VIVA.
Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) Zaenal A Budiyono mengatakan, secara umum penampilan kedua capres sudah lebih baik dibanding debat pertama yang kaku karena kungkungan kisi-kisi. Meski demikian, dari sisi performance dalam penyampaian pendapat dan tanggapan, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Prabowo. Perbedaan terletak pada narasi yang dibangun dan pilihan diksi keduanya.
“Meski banyak yang geregetan gara-gara Prabowo terlalu santun, namun pilihan strategi ini menurut saya sudah dipikirkan masak,” ujar Zaenal yang juga pengamat dan dosen Universitas Al-Azhar Indonesia.
Sebelumnya, opini awam tentang Prabowo adalah sosok yang kaku dan otoriter. Apalagi masa lalunya yang penuh tuduhan membuat stigma negatif melekat. Pada 2014 dia belum sepenuhnya bisa keluar dari “jeratan” stigma itu. Namun di Pilpres 2019 kita seolah melihat the new Prabowo yang lebih sabar, lebih humoris dan genuine.
“Peta pemilih sendiri pada umumnya cenderung bersimpati kepada pemimpin yang santun. Terpilihnya SBY dalam dua periode membuktikan asumsi ini. SBY tidak lebih pintar dari Amien Rais, Megawati, Wiranto maupun Jusuf Kalla. Nama-nama yang menjadi kompetitornya di 2004 dan 2009. Namun ia dipersepsikan oleh publik sebagai tokoh yang santun dan jarang menyerang kompetitor secara berlebihan,” kata dia.
Zaenal juga menjelaskan, tidak ada yang tahu kalau perubahan sikap Prabowo di 2014 dan sekarang pengaruh SBY.
“Kita tidak tahu apakah perubahan sikap Prabowo di 2014 dan sekarang karena ada pengaruh SBY,” ungkap Zaenal.
Di sisi lain, Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dian Islamiaty Fatwa mengatakan, dua kali debat menunjukkan Prabowo sebagai figur yang santun dan sangat nasionalis. Di sisi lain, Prabowo tidak pernah mau menyerang pribadi dalam debat. Prabowo justru mengapresiasi kinerja pemerintah yang baik.
“Ini artinya Pak Prabowo memang orang yang sangat fair. Dia sangat baik, bahkan terlalu baik. Tidak mau menyerang personal,” kata Dian.
SUMBER