logo
×

Kamis, 21 Februari 2019

ICMI: Kampanye dengan Bahasa Asing Langgar UU

ICMI: Kampanye dengan Bahasa Asing Langgar UU

NUSANEWS - Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat Anton Tabah Digdoyo mengemukakan, jika ada kampanye Pemilu 2019 yang menggunakan bahasa asing melanggar Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu).

Pasalnya, saat ini beredar video kampanye Pemilu 2019 dengan menggunakan bahasa Mandarin. Mereka juga mengarahkan agar memilih pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Jokowi - Ma'ruf Amin lengkap dengan simulasinya.

"Sangat aneh jika ada kampanye dalam bentuk atau media apapun dilakukan oleh siapapun dengan berbahasa Mandarin atau bahasa asing lainnya," kata Anton yang dihubungi melalui telepon, Selasa (19/2/2019).

Anton menegaskan, yang boleh ikut pemilu hanya WNI. Keikutsertaannya pada pemilu juga harus dengan syarat-syarat ketat misalnya minimal berusia 17 tahun atau pernah menikah. Selain itu namanya juga tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan atau memiliki identitas atau KTP dan disaksikan bahwa yang bersangkutan benar-benar warga di alamat tersebut.

"Syarat penting lainnya jika ia benar-benar WNI juga wajib mahir berbahasa Indonesia. Sesuai UU Nomor 12 tahun 2006 tentang kependudukan pasal 9 ayat 4 maka WNI wajib fasih dan mahir berbahasa Indonesia," paparnya.

Jadi, sambung Anton, pemilih dalam pemilu di Indonesia harus WNI dan otomatis sudah mahir berbahasa Indonesia. Sehingga tidak boleh ada kampanye dalam bentuk dan media apapun dengan berbahasa selain bahasa Indonesia. Jika ada yang melakukan dengan bahasa asing maka melanggar UU. Apalagi ruh dari amanah UU tersebut juga untuk menjaga agar tidak ada kecurangan dalam pemilu.

Harus Ditelusuri

Sementara itu, pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Analisa Sosial (LeKAS) Karnali Faisal mengatakan, ajakan untuk memilih pasangan capres/cawapres harusnya tetap merujuk pada aturan kampanye yang ditetapkan KPU. Jika sepanjang sosialisasi tersebut sesuai dengan aturan maka tentu hal tersebut tidak menjadi persoalan.

"Tentu yang juga perlu kita kritisi dari tayangan video tersebut adalah bahasa pengantar yang digunakan untuk melakukan kampanye di luar Bahasa Indonesia yang secara resmi digunakan sebagai bahasa nasional," jelasnya.

Oleh karenanya KPU harus menelusuri pembuat video tersebut, apakah betul dibuat oleh tim yang tergabung di paslon presiden/wakil presiden atau bukan.

Ini harus diklarifikasi terlebih dahulu agar bisa diketahui motif dari pembuat video sosialisasi tersebut. Ajakan untuk mencoblos salah satu paslon juga merupakan bagian dari kampanye. KPU dan Bawaslu harus menelusurinya," tandasnya.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: