logo
×

Rabu, 06 Februari 2019

Bung Karno, Misteri Kacamata Tembus Pandang dan Bocornya Dokumen Rahasia

Bung Karno, Misteri Kacamata Tembus Pandang dan Bocornya Dokumen Rahasia

Oleh Haris Rusly Moti*

DI antara kita pernah mendengar rumor tentang "kacamata riben" milik Bung Karno.

Kacamata ghaib” itu hingga kini masih menjadi misteri. Benar atau tidak keberadaan kacamata itu, hanya Bung Karno yang tahu. Konon katanya kacamata Bung Karno itu dapat menembus pakaian sehingga orang yang berada di depanya terlihat telanjang bulat.

Jika anda pernah menonton film Totall Recall (2012), kira-kira seperti itulah cara kerja kacamata tembus pandang itu. Total Recall adalah film fiksi ilmiah, yang menceritakan tentang konflik politik dan penggunaan teknologi masa depan. Termasuk diantaranya tentang “agen rahasia virtual”, yang dilengkapi dengan perangkat spionase berupa kacamata tembus pandang.

Kini kacamata seperti itu tidak lagi menjadi barang spesial dan misterius seperti di zaman Bung Karno dulu. Teknologi seperti itu sudah sangat umum digunakan oleh penegak hukum dan dunia intelijen untuk kepentingan pemberantasan kejahatan transnasional, seperti terorisme hingga narkoba.

Kabarnya Advance Technologie Centre, sebuah laboratorium riset dari perusahaan BAE system di Inggris telah mengembangkan kacamata tembus pandang tersebut. Mereka memanfaatkan teknologi spectrum kecil gelombang radio, yaitu gelombang terahertz.

Namun demikian, tulisan ini tidak bermaksud mengupas tentang teknologi kacamata tembus pandang tersebut. Kira-kira seperti itulah gambaran tentang dunia yang baru yang sedang kita hadapi saat ini dan ke depan. Dunia yang baru itu tak sekedar transparan dan terbuka.

Perangkat dunia yang baru itu bisa membuat segalanya menjadi telanjang bulat. Persis seperti kacamata tembus pandangnya Bung Karno yang konon katanya dapat melihat lekukan tubuh setiap wanita.

Jika di dalam perangkat dunia yang lama, yang manual, masih dibutuhkan regulasi tentang keterbukaan informasi publik. Regulasi itu menjadi payung hukum bagi setiap warga negara untuk mengakses setiap ruang publik yang sengaja digelapkan dan dirahasiakan.

Tidak demikian lagi di dalam dunia yang baru ke depan. Persis seperti teknologi kacamata tembus pandang yang dapat dibeli oleh setiap orang. Demikian juga, melalui kemajuan teknologi informasi, setiap orang juga dapat menembus ruang publik yang sengaja digelapkan dan dirahasiakan itu. Setiap orang dapat melihat secara telanjang segala sesuatu yang dulu nya di tabu-kan atau dirahasiakan.

Dunia Datar dan Telanjang

Para ahli menyebut dunia yang baru saat ini sebagai dunia yang datar (the flat world). Thomas Friedman menulis pemikirannya di buku The World is Flat. Demikian juga Kenichi Ohmae juga menulis pemikirannya di dalam dua buku, The Borderless World dan The End of Nation State.

Pandangan dunia yang datar berbeda dengan pandangan bumi datar (the flat earth). Bumi datar mengartikan secara harafiah bahwa bumi itu tidak bulat. Bumi itu datar, persis kayak piringan terbang. Pandangan bumi datar ini mungkin sisi lain dari operasi perburuan harta kerajaan nusantara.

Dunia yang datar adalah dunia yang secara ekonomi, politik, budaya dan ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat. Dunia yang lama itu bentuknya persis piramida, mengkerucut ke atas puncak. Sebuah dunia yang dikendalikan segelintir orang, atau segelintir negara.

Segelintir orang atau segelintir negara yang berada di pucuk piramida itu yang mengatur nasib mayoritas orang atau mayoritas negara yang berada di kaki piramida. Segelintir orang atau segelintir negara yang menikmati mayoritas kekayaan dunia. Sebaliknya mayorita orang dan mayoritas negara menerima tetesan dari kekayaan itu.

Dunia yang datar itu juga bermakna tak ada lagi batas, tidak ada border (borderless). Batas negara akan runtuh, batas budaya juga tenggelam. Demikian juga batas stratifikasi sosial berupa kelas sosial diprediksi akan melebur.

Revolusi teknologi informasi adalah lokomotif yang meng-nyeret dunia yang baru saat ini. Dunia digital itu persis “air bah” Nabi Nuh yang melebur batas atau tembok yang menjadi ciri khas dunia yang lama tersebut.

Dunia yang datar itu juga mengandung pengertian tidak ada lagi rahasia yang dapat diumpetin di ruang-ruang gelap. Di dalam dunia yang lama, segala bentuk komplotan atau persekongkolan, dapat tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan.

Demikian juga jejak dari kejahatan ekonomi dan keuangan yang merugikan rakyat banyak hanya menjadi konsumsi segelintir pemegang otoritas. Mereka pemegang otoritas, baik otoritas hukum maupun otoritas keuangan yang dapat mengakses dan mengaburkan jejak itu.

Berbeda dengan dunia yang baru, tak ada yang bisa diumpetin. Opini dan argumentasi pasti akan kalah jika dihadapkan dengan jejak. Demikian juga, dengan kemajuan teknologi yang tersebar, jejak yang sengaja digelapkan itu dapat diakses oleh siapa saja dan dibocorkan ke publik.

Bocornya Dokumen Rahasia

Terkuaknya dugaan kebohongan Ratna Sarumpaet hanya kasus kecil yang menjelaskan fenomena dunia yang datar dan telanjang itu. Menyusul kemudian dugaan skandal “Buku Merah” KPK yang menghebohkan karena terdapat nama sejumlah petinggi penegak hukum di sana. Kedua kasus ini mempunyai kesamaan. Keduanya terbuka melalui jejak rekaman CCTV.

Jauh sebelumnya, sejumlah dokumen rahasia intelijen diretas dan dibocorkan ke publik. Bahkan, unsur kerahasian, yang menjadi nyawa dari bisnis perbankan juga dibobol dan dibuka untuk diketahui publik. Sepertinya gerakan membocorkan dokumen rahasia,  yang terjadi di berbagai tempat di dunia, termasuk Indonesia Leak, adalah sebuah operasi yang dilakukan secara internasional.

Adalah Julian Assange dengan Wikileak dan Edward Snowden yang menjadi martir yang mempelopori meruntuhkan dunia lama yang berbentuk piramida menjadi datar, terhampar dan telanjang. Kedua orang pemuda ini berhasil membocorkan sejumlah dokumen terkait konspirasi intelijen global.

Dimulai dari Julian Assange, seorang programmer komputer, jurnalis, dan penulis. Pada tahun 2010 membocorkan file yang berisi dokumen-dokumen rahasia operasi intelijen di berbagai negara. Sebanyak 1,7 gigabita dokumen yang dibocorkan oleh Assange.

Menyusul kemudian Edward Snowden, seorang analis National Security Agency (NCA). Pada tahun 2013 membocorkan informasi rahasia seputar program-progam NSA yang sangat rahasia seperti PRISM kepada The Guardian dan The Washington Post. Ditaksir sekitar 200.000 dokumen rahasia negara AS yang dibocorkan oleh Snowden.

Berikutnya Offshore Leak yang pada tahun 2013 membocorkan dokumen sebanyak 260 gigabita. Data Offshore Leaks didapat dari firma hukum Portcullis TrustNet di Singapura dan Commonwealth Trust Ltd di British Virgin Island (BVI). Diantaranya tentang data nasabah yang membuka rekening di luar negeri, untuk tujuan penghindaran pajak dan penyembunyian harta haram dari korupsi.

Selanjutnya pembocoran dokumen oleh Luxemburg Leaks pada tahun 2014. Sebanyak 4 gigabita dokumen penghindaran pajak yang dilakukan oleh Google dan 350 perusahaan multinasional lainnya. Sebagaimana telah menjadi rahasia umum, perusahaan seperti Google, Apple, Amazon dan Starbucks mempunyai anak usaha yang ditempatkan di yurisdiksi surga pajak. Tujuan utamanya adalah penghindaran beban pajak yang harus dibayar di negara asalnya (Amerika Serikat) maupun di negara dimana penghasilan diperoleh (source country).

Swiss Leaks yang pada tahun 2015 membocorkan dokumen sebanyak 3,3 gigabita. Data tersebut pertama kali dibocorkan oleh Herve Falciani, staf TI dari HSBC yang berada di Swiss. Swissleakberisi daftar 10.000 pengguna jasa bank yang terdaftar di Jenewa - Swiss beserta jumlah uang yang disimpannya tahun 2006-2007. Mereka berasal dari 203 negara dengan total simpanan mencapai 102,5 miliar dolar AS. Diduga uang itu berasal dari penghindaran pajak dan uang korupsi.

Dan yang terbaru adalah Panama Papers tahun 2016 dengan bocoran dokumen sebanyak 2,6 terabita. Hasil investigasi The Panama Papers itu ditayangkan secara serentak pada 4 April 2016 di seluruh dunia, dalam dokumen firma hukum Mossack Fonseca. Dokumen ini diperoleh surat kabar Jerman, Suddeutsche Zeitung. Baru kemudian diteruskan kepada International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Di dalam Panama Papers itu, disebutkan sejumlah nama pengusaha, pejabat dan politisi Indonesia.

Demikianlah rute menuju dunia yang terhampar, datar dan telanjang. Sebetulnya salah satu sebabnya bermula dari krisis global tahun 2008 yang menghantam Amerika dan dunia. Ketika itu diperlukan sumber dana untuk stimulus ekonomi agar bangkit dari krisis. Sumber dana yang bisa diandalkan itu adalah pajak. Sementara basis pajak sendiri tergerus oleh praktik penghindaran pajak yang memanfaatkan keterbatasan informasi keuangan dan perbankan.

Amerika Serikat adalah negara yang menjadi salah satu korban dari praktek penghindaran pajak oleh ratusan perusahaan multi nasional yang berasal dari negara tersebut. Maka dimulailah sebuah operasi mewujudkan kebijakan global untuk membuka dan mengintegrasikan informasi keuangan dan perbankan, Automatic Exchange System of Information (AEoI).

Rakyat dan Pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan kebijakan global tersebut untuk menyita kembali uang hasil kejahatan korupsi, seperti BLBI dan lainnya. Namun masalahnya, apakah Presiden Joko Widodo berani mengklaim ribuan triliun uang milik rakyat Indonesia yang dirampok dan diumpetin di luar negeri tersebut?

Kita nantikan keberanian Joko Widodo melawan para cukong yang diduga telah membiayainya hinga terpilih jadi Gubernur DKI dan Presiden RI.

*) Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 dan Pemrakarsa Intelligence Finance Community (INFINITY)

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: