![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFexBKUP5zqvbUswqIaX2F2i1W9W_TP7nREOSj_Q5OJrz87C2jGciyQxm6H_VyLY2VkY98LYvDuHdqIm1Ly9sZMFlcufW4YWYcNM5irwQQC8caBR47UOCkaUNmyBCGIpJRF6QMS1CinNxo/s640/Jalan-Raya-Gubeng-Ambles.webp)
NUSANEWS - Ahli Geoteknik Surabaya Wahyu Kuswanda berkesimpulan bahwa penyebab amblesnya Jalan Gubeng, Surabaya Timur pada Selasa (18/12) malam adalah disebabkan proyek pembangunan basement RS Siloam.
Atas peristiwa tersebut, kesimpulan Wahyu tak hanya didasarkan pada analisa publik atau dari foto-foto yang tersebar di media sosial.
Akan tetapi, dirinya langsung datang untuk melihat langsung ke lokasi yang berada di salah satu jalan protokol di Kota Surabaya itu.
“Saya di sini sebagai profesional ahli Geoteknik bersertifikat, Mas. Jadi saya ingin tahu saja setelah melihat foto-foto yang tersebar di media sosial,” ujar Wahyu saat bertemu dengan JawaPos.com (Grup PojokSatu.id) di Jalan Raya Gubeng sisi Selatan di dekat Bank BNI.
Usai melakukan pengamatan dan observasi, Wahyu pun memiliki kesimpulan yang sama dengan analisa yang disampaikan Wakil Wali Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana.
Ia berpendapat, bahwa amblesnya jalan sedalam 10 meter itu dikarenakan kesalahan dalam proses pengerjaan basement RS Siloam.
Akan tetapi, ia memiliki istilah sendiri untuk penyebutan kejadian itu.
“Kalau Pak Wisnu kan bilangnya pondasi letter ‘U’. Saya menyebutnya sebagai metode pelaksanaan pekerjaan galian dalam,” katanya
Wahyu yang juga dosen tamu di ITS Surabaya itu menjelaskan, kegagalan dimaksud terletak pada jumlah dinding yang mengelilingi proyek basement.
Seharusnya, galian memiliki empat sisi dinding. Namun sepengamatan Wahyu, hanya ada tiga dinding yang terlihat.
“Saya tidak tahu dinding itu tidak terpasang atau tertutup longsor (amblesan tanah). Yang terlihat di foto itu cuma ada tiga,” paparnya.
Terkait dengan kemananan gedung-gedung di sekitar ‘sinkhole’, Wahyu menyarankan agar petugas memantau pergerakan tanah dengan instrumen-instrumen geoteknik.
Secara teoritis, bangunan yang aman adalah yang berjarak dua kali kedalaman sisi tepi galian. Kedalaman itu harus bisa dihitung secara riil, bukan hanya sekadar perkiraan.
“Misalnya sudah ketemu angkanya, kalau gali 20 meter, radius amannya 40 meter,” terangnya.
Yang terpenting, lanjutnya, adalah memastikan amblesnya tanah tidak terulang di sisi lain. Karena itu, saran dia, harus dipasang instrumen untuk mendeteksi gerakan tanah.
Instrumennya bisa dengan inklinometer. Dengan alat itu, gerakan lateral 1 mm pun bisa diketahui.
Soal rehabilitasi Jalan Raya Gubeng, Wahyu tidak bisa memprediksi berapa lama jalan tersebut bisa kembali normal.
“Pastikan dulu kondisi gedung di sekitar ini tanahnya sudah stabil atau tidak. Kalau sudah baru bisa rekonstruksi,” sebutnya.
Wahyu juga menyarankan agar sinkhole bisa ditutup dengan semacam terpal raksasa untuk menghindari dampak turunnya hujan.
“Nanti kalau hujan deras, air masuk. Tanah bisa berubah lagi,” ingatnya.
Penutupan dengan menggunakan terpak raksasa itu, kata dia, sebelumnya juga sudah dilakukan pelaksana proyek.
“Makanya saat proyek itu dikerjakan (sebelum jalan amblas), pengelola menutupnya pakai terpal. Itu sebenarnya untuk mencegah air masuk,” tutupnya.
SUMBER