NUSANEWS - Terlepas dari segala kontroversinya, daging anjing masih menjadi kuliner favorit sebagian masyarakat Kota Semarang. Populer dengan cara pengolahan dibumbu pedas atau dirica-rica. Daging hewan berkaki empat ini, kata penjualnya akan nikmat di lidah asal pintar memilih bahan baku utamanya dan mengolahnya.
Di Kota Semarang, kuliner ini terkenal dengan sebutan rica-rica waung atau kerap kali disingkat RW saja. Disebut begitu karena selama ini kebanyakan penjajanya mengolahnya dengan cara merica-rica, sementara waung adalah sebutan untuk anjing.
Terdapat sekira belasan warung RW di kota Lunpia ini. Dan menurut pengakuan sejumlah warga, ada satu yang cukup terkenal, yakni kepunyaan Pak Poyo. Berlokasi di seputaran Kantor Kecamatan Candisari, Jatingaleh.
Terdapat sekira belasan warung RW di kota Lunpia ini. Dan menurut pengakuan sejumlah warga, ada satu yang cukup terkenal, yakni kepunyaan Pak Poyo. Berlokasi di seputaran Kantor Kecamatan Candisari. (Tunggul Kumoro/JawaPos.com) |
Usaha milik Pak Poyo ini tak seperti warung pada umumnya yang memakai embel-embel spanduk. Bahkan, lebih mirip ke usaha rumahan ketimbang rumah makan. Karena beroperasi dengan cara menerima pesanan dalam bentuk bungkusan.
Meski tak terekspos secara langsung oleh dunia luar, salah seorang pengelolanya, Bobby Himawan, 31, mengklaim bisnis milik pamannya ini sudah cukup tenar. Promosi dari mulut ke mulut tak akan terjadi jika alasannya hanya karena usaha ini sudah berdiri sejak akhir tahun 1980an. "Bukannya mau sombong, tapi kebanyakan pelanggan bilang sini rasanya lebih enak," katanya.
Bobby mengatakan, pada umumnya yang membeli dagangannya adalah pelanggan tetap dan jumlahnya kian bertambah setiap waktunya. Kini, tiga sampai empat ekor anjing bisa diolah dalam seharinya. "Tapi kita khusus rica-rica mas. Menu lain belum kepikiran," sambungnya.
Klaim Bobby langsung diamini oleh Koko, 38, warga Wonotingal, Candisari, yang mengaku menjadi pelanggan Warung RW kepunyaan Pak Poyo sejak masih kecil. Katanya, kini untuk mendapat sebungkus RW seharga Rp 25 ribu racikan Pak Poyo, harus kenal 'orang dalam' terlebih dahulu. "Kalau nggak ya bablas mas, kehabisan. Sore sedikit saja sudah nggak kebagian kok. Karena memang menurut saya ini favorit. Saya coba-coba daerah lain, nggak ada yang selezat ini," akunya dengan ekspresi penuh keyakinan.
Beruntung, Bobby mau membeberkan sedikit tips tentang bagaimana membuat masakannya itu mampu menggoyang lidah pelanggannya selama ini. Kuncinya, diawali dari pemilihan usia anjing itu sendiri. Di tempat Pak Poyo, semua anjing yang dipilih berusia antara tiga bulan sampai setahun, dan utamanya ras Jawa.
"Dan kami terima yang hidup, biar bisa dicek langsung kesehatannya. Kalau yang mati kami nggak mau karena daging anjing ini modelnya harus langsung diolah. Lama sedikit mengolahnya atau masuk freezer gitu, rasanya sudah berubah," katanya.
Hal lain yang turut diperhatikan di sini adalah cara membersihkan daging pasca proses penyembelihan. Dimana katanya daging harus dicuci bersih sebelum dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Tepatnya setelah digantung dan dibakar untuk dibersihkan dari bulu-bulunya.
"Saat proses penyembelihan itu pun, darahnya usahakan jangan sampai mengucur keluar. Itu kunci utamanya. Lalu, kita buang semua jeroannya dan setelah itu baru kita ungkep. Beda dari yang lain, kita ini masaknya pakai tungku untuk menimbulkan cita rasa tersendiri. Kita masak selama satu setengah jam. Kalau urusan bumbu ya kita agak manis, tidak seperti khas Manado sana, kami pakai bumbu ala Jawa," katanya.
"Di sini enaknya mau dimakan pakai nasi mau nggak, pas rasanya semua. Ada yang bilang kalau setelah dipanasin rasanya terus berubah, di sini nggak. Istimewanya di situ mas," sergah Koko yang masih setia menunggui pesanannya.
Sementara Poyo sendiri mengatakan jika tiga sampai empat ekor anjing tadi dihabiskannya hanya dalam sekali masak saja dengan wajan ukuran 28. Cukup besar untuk memasak seratus porsi lebih yang per bungkusnya dijual Rp 25 ribu. "Bahan baku utama kita selalu ambil dari pemasok (Kabupaten) Batang, yang sudah kami percayai untuk selalu mengirimkan anjing yang memang bebas penyakit," ujar pria bernama asli Martinus Poer Martoyo ini sebelum kembali ke dapur mengemas pesanan para pelanggannya.
Kembali ke Koko, ia berujar bahwa RW ini adalah memang salah satu kuliner favoritnya. Ia bisa membeli makanan ini paling tidak satu hingga dua kali seminggu. Pria beranak satu ini bahkan mengaku tak peduli akan semua fakta yang ada bahwa mengonsumsi daging anjing bisa menyebabkan sejumlah penyakit, macam rabies dan gangguan pencernaan akibat infeksi cacing pita. Malahan, dia lebih percaya kalau makan RW ini berkhasiat menyehatkan tubuh.
"Bisa mas, tetangga saya buktinya. Dia asma, makan ini rutin terus sembuh. Kalau untuk rabies dan cacing pita, saya lebih memilih percaya ke sini ya karena saya sudah percaya akan pengolahannya," tegasnya.
Tapi di lain pihak, ada pula Cossy, 25, warga Jangli, Tembalang yang mengaku lebih mementingkan cita rasa daripada cerita-cerita soal khasiat memakan daging anjing ini. "Kalau saya pribadi sebagai penikmat, enak-enak saja rasanya di lidah. Soal khasiat, belum pernah dengar. Tapi, kalau khasiatnya baik, saya percaya-percaya saja," ujarnya sambil terkekeh.
Soal khasiat medis ini, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Widoyono mengatakan pihaknya belum mendengar adanya penelitian soal itu. Mengenai daging anjing yang kata sebagian orang bisa menyembuhkan asma, memulihkan stamina loyo, membangkitkan gairah seksual dan lain sebagainya. "Saya belum mendapat informasi akan hal itu, saya belum bisa komentar," katanya.
Kendati demikian, ia menyebut bahwa daging anjing ini bagaimanapun tetap ada nilai gizinya. "Yang namanya daging ada kandungan gizi. Dalam 100 gram daging mengandung energinya sekitar 198 kilokalori (Kkal), proteinnya sekitar 25 gram. Karbohidratnya sedikit, satu gram kurang, kalsiumnya yang tinggi, sekira 1.071 mg. Begitu pula natriumnya, 1.604 mg," tutupnya.
Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIJ, KH Toha Abdurrahman mengatakan, konsumsi daging anjing untuk umat Islam haram hukumnya. "Haram pokoknya, orang sudah tahu kalau daging anjing itu haram," katanya.
Ia juga mengakui, masih ada warung-warung di DIJ yang menjual daging anjing untuk dikonsumsi. Untuk itu diharapkannya jika memang ada umat muslim yang masih melakukannya agar tidak melanggar aturan Islam. "Alasan untuk pengobatan atau apa, tetap haram. Kecuali orang non-muslim, silakan menaati aturan agamanya," ucapnya
SUMBER