NUSANEWS - Tercapainya tujuan dari Kesepakatan Paris untuk perubahan iklim, yang disepakati pada 2015, terancam gagal karena deforestasi terus terjadi setiap tahun. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Yayasan EcoNusa Indonesia, Yayasan Madani Berkelanjutan dan KKI-Warsi Melda Wita Sitompul melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (5/12).
Melda menyayangkan negara-negara pemilik tutupan Hutan alam yang luas, seperti Indonesia, Brasil, Republik Demokratik Kongo, Peru, Kolombia dan Myanmar, tidak memiliki rencana untuk sepenuhnya menghentikan deforestasi dan degradasi Hutan dalam NDC (Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional) mereka.
"Rencana pengurangan emisi yang tercantum dalam NDC keenam negara tersebut pada kenyataanya masih mengandung deforestasi terencana yang tinggi. Di beberapa negara, tingkat deforestasi bahkan direncanakan akan terus meningkat hingga 2030," kata dia.
Hal ini terungkap dalam kajian terbaru yang dilakukan oleh Rainforest Foundation Norway (RFN) beserta mitranya di keenam negara tersebut. Dalam kajian tersebut, NDC Indonesia dipandang sebagai yang paling jelas dibandingkan kelima negara lainnya karena telah memuat target spesifik yang terkuantifikasi terkait pengurangan emisi dari deforestasi.
Meskipun demikian, NDC Indonesia masih memuat deforestasi terencana seluas Belgia pada peride 2021 hingga 2030 atau mencapai 3,25 juta hektare.
"Kami meminta agar dilakukan pengkajian kembali terhadap dokumen NDC Indonesia, terutama terkait sektor Land Use, Land Use Change and Forestry (LULUCF). Pembiaran terhadap masih adanya deforestasi bukan hanya berdampak pada upaya global menahan laju perubahan iklim, tapi juga pada ekosistem Hutan yang mengandung keanekaragaman hayati yang kaya di dalamnya," kata Melda Wita Sitompul.
Yayasan EcoNusa memandang penting adanya upaya menahan laju pengurangan tutupan Hutan, terutama di wilayah Papua yang saat ini menjadi benteng terakhir Hutan alam Indonesia yang menduduki posisi Hutan terluas ketiga di dunia.
Senada dengan semangat menjadikan Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi dengan pembangunan berkelanjutan, Yayasan EcoNusa meminta keterlibatan seluruh pihak dalam mewujudkan Indonesia bebas dari deforestasi yang sekarang mengarah ke Tanah Papua.
"Mengacu pada semangat Deklarasi Manokwari, tanggung jawab ini bukan hanya ada di pundak Pemerintah saja. Diperlukan kerja sama dari seluruh pihak, akademisi, sektor swasta hingga negara-negara Donor untuk menciptakan sistem pembiayaan/insentif untuk para pihak yang menjaga Hutan mereka," tambah dia.
Upaya mengurangi deforestasi dan menghentikan degradasi sebetulnya menjadi salah satu tujuan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada 2020.
Selain itu, The New York Declaration on Forests (NYDF) yang turut ditandatangani Pemerintah Indonesia menargetkan pengurangan deforestasi hingga separuhnya pada 2020 dan menghentikannya sepenuhnya pada 2030.
Inisiatif Bonn Challenge juga berambisi untuk melakukan restorasi pada 150 juta hektare kawasan terdegradasi dunia pada 2020 dan 350 juta hektare pada 2030, namun Pemerintah Indonesia tidak menjadi salah satu penandatangan.
Emmy Primadona, Koordinator Program KKI-WARSI, mendesak pemerintah Indonesia agar menjadikan perlindungan hak-hak masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar Hutan sebagai strategi utama dalam pengurangan emisi di Indonesia.
Program pemberdayaan dan pendanaan kepada masyarakat menjadi suatu hal yang penting dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar mampu mengelola Hutan secara berkelanjutan sekaligus mencegah deforestasi.
"Untuk mencapai target NDC, berbagai langkah korektif yang telah diinisiasi pemerintah harus dilaksanakan secara lebih serius dan tidak boleh hanya menjadi crowd-pleaser atau upaya menyenangkan publik belaka," kata Manajer Program Yayasan Madani Berkelanjutan, Anggalia Putri, yang dilansir oleh Antara (6/12).
RFN beserta mitra-mitranya meminta keenam negara yang dikaji untuk meninjau ulang NDC mereka dan menggunakan kesempatan dari saat ini hingga 2020 untuk memperjelas ambisi untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi Hutan.
Selain itu, penting bagi tiap pemerintah untuk meningkatkan ambisi penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi Hutan sebelum 2030. Pemerintah juga diminta agar mencantumkan restorasi Hutan dan ekosistem sebagai bagian dari upaya mitigasi dan menjaga keanekaragaman hayati.
Di sisi lain, negara-negara maju didesak untuk segera meningkatkan pendanaan iklim mereka secara signifikan untuk membantu upaya mitigasi dan adaptasi negara-negara Hutan tropis, termasuk transparan dalam memberikan informasi mengenai pendanaan di muka.
"Tanpa pendanaan yang memadai, transparan, dan dapat diprediksi, sulit bagi negara-negara Hutan tropis untuk meningkatkan ambisi penurunan emisi dari Hutan dan lahan mereka," kata Anggalia Putri.
SUMBER