NUSANEWS - Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya memastikan tak latah menyikapi penyidikan terhadap Habib Bahar bin Smith setelah Bareksrim menetapkannya sebagai tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan Polda tak ingin terburu-buru menaikkan status penceramah itu dari terlapor menjadi tersangka.
"Kita tidak bisa terus ikut-ikutan ya. Semuanya sesuai fakta hukum di lapangan," ujar Argo saat ditemui wartawan di kantornya, Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, 7 Desember 2018.
Saat ini, menurut Argo, Polda masih mendalami perkara Bahar. Ia mengatakan, dalan rangka penyidikan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi. Adapun penyidik mendatangkan lima saksi dan saksi ahli untuk dimintai keterangan.
Pemeriksaan saksi ini dilakukan untuk menindaklanjuti laporan. Sebelumnya, Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid melaporkan Bahar bin Smith ke Polda Metro Jaya atas isi ceramahnya. Laporan itu dilayangkan ke polisi pada 28 November 2018.
Puluhan laskar FPI mengawal pemeriksaan Bahar bin Smith di depan Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 6 Desember 2018. Bareskrim Polri hari ini mengagendakan pemeriksaan kembali terhadap Bahar bin Smith, sebelumnya Bahar bin Smith tidak memenuhi panggilan pertama Senin 3 Desember lalu. TEMPO/Muhammad Hidayat |
Muannas menyebut, ceramah Bahar yang dilaporkan itu ialah saat si penceraham menghadiri penutupan Maulid Arba’in yang di Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, pada 9 Januari 2017.
Muannas menduga ada unsur penghinaan kepada kepala negara saat Bahar ceramah. Bahar menyebut Jokowi sedang haid serta banci.
Saat ini, Polda Metro Jaya sedang melakukan evaluasi penyidikan. Ia juga belum dapat memastikan kapan evaluasi itu kelar. "Tentunya calon pelaku atau tersangka belum kita putuskan dan tentukan. Semua lewat mekanisme," ucapnya.
Sebelumnya, Bahar bin Smith diduga melanggar Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Bahar diduga dapat dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE dan Pasal 4 huruf b angka 2 Juncto Pasal 16 Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Serta, Pasal 207 KUHP dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun penjara.
SUMBER