logo
×

Minggu, 11 November 2018

Terlilit Utang Cina, Krisis Politik Hantam Sri Lanka, Parlemen Dibubarkan

Terlilit Utang Cina, Krisis Politik Hantam Sri Lanka, Parlemen Dibubarkan

NUSANEWS - Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena Jumat (09/11) membubarkan parlemen dan meminta agar pemilihan umum dilangsungkan pada 5 Januari mendatang. Langkah tersebut diperkirakan akan mempertajam krisis politik di Sri Lanka.

Pembubaran parlemen, yang diperkirakan akan ditentang di pengadilan, diumumkan melalui lembaran negara yang ditandatangani Sirisena. Presiden juga menetapkan bahwa para anggota parlemen baru akan mulai menjalankan tugasnya pada 17 Januari.

Langkah pembubaran diambil setelah perebutan kekuasaan berlangsung secara menegangkan dalam dua pekan belakangan setelah Sirisena tiba-tiba memecat Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dan menunjuk mantan presiden yang pro-China, Mahinda Rajapaksa, untuk menggantikannya. Setelah pemecatan itu, Sirisena membekukan parlemen.

Wickremesinghe menganggap langkah itu diniatkan untuk mencegahnya menentang keputusan melalui parlemen.

Sirisena kemudian setuju untuk mengumpulkan kembali para anggota parlemen pada 14 November, namun sekarang tidak akan terjadi.

Wickremesinghe telah menolak mengosongkan kediaman resminya sebagai perdana menteri. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah perdana menteri dan memiliki mayoritas suara di parlemen.

Sebelum menandatangani dokumen pembubaran parlemen serta memerintahkan agar pemilihan dilangsungkan, Sirisena menunjuk sekutu-sekutu dirinya dan Rajapaksa untuk menduduki berbagai jabatan di kabinet.

“Ini adalah pelanggaran besar terhadap undang-undang dasar,” kata Harsha De Silva, anggota parlemen dari partai Wickremesinghe berasal, kepada Reuters soal pembubaran parlemen.

Para pakar hukum independen mengatakan kepada Reuters bahwa parlemen baru bisa dibubarkan pada awal 2020, yaitu 4,5 tahun setelah parlemen saat ini mulai berjalan. Selain itu, satu-satunya cara membubarkan parlemen adalah melalui referendum, atas persetujuan dua pertiga anggota parlemen.

Berdasarkan pandangan itu, belum jelas bagaimana Sirisena bisa membubarkan parlemen secara sah, kendati para ahli hukumnya telah mengatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang memungkinkan Sirisena melakukannya.

Seperti dikutip media, Komisi Pemilihan Sri Lanka mengatakan pihaknya akan meminta pendapat Mahkamah Agung terlebih dahulu sebelum menyelenggarakan pemilu.

Sirisena sebelumnya mengatakan bahwa ia memecat Wickremesinghe karena perdana menteri itu berupaya menerapkan “suatu konsep politik baru, sangat liberal dengan memberikan prioritas pada kebijakan luar negeri dan namun menelantarkan pandangan masyarakat di dalam negeri.”

India dan negara-negara barat telah meminta Sirisena untuk bertindak sesuai undang-undang. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran atas hubungan dekat Rajapaksa dengan China.

Beijing memberikan pinjaman miliaran dolar bagi Sri Lanka untuk proyek-proyek infrastruktur ketika Rajakpaksa menjabat sebagai presiden tahun 2005 hingga 2015, hingga membuat negara itu terlilit utang yang mendalam.

Sri Lanka menjadi negara Asia pertama yang terjatuh dalam perangkap investasi China sehingga dilumpuhkan dengan masalah utang yang parah. Sebagaimana diketahui, Pemerintah Sri Lanka menyetujui penjualan ke China dari saham mayoritas di pelabuhan laut yang mengalami kerugian pada akhir Juli 2017 lalu. Pelabuhan Hambantota ini berada di lokasi strategis.

Sri Lanka melepas saham pelabuhan Hambantota seharga US$ 1,12 miliar kepada perusahaan milik negara China Merchants Port Holdings. Menteri Mahinda Samarasinghe, mengatakan pelepasan saham pelabuhan tersebut telah mendapat persetujuan dari kabinet Si Lanka untuk menjual 70 persen sahamnya.

Pemerintah menggunakan undang-undang yang keras terhadap tindakan industri untuk menghentikan pekerja yang mogok kerja pekan lalu. Unjuk rasa dilakukan untuk menentang penjualan pelabuhan tersebut kepada China Merchants Port Holdings.

Pemerintah Sri Lanka kini dalam usaha untuk membayar utang negara itu mencapai US $ 64 miliar, termasuk dengan China US $ 8 miliar.

“Ini sekitar 95 persen dari semua hasil pemerintah pergi ke arah pembayaran utang. Hutang dengan China adalah AS $ 8 miliar.”

Bahkan, penduduk setempat juga menggambarkan uang yang dipinjam dari China itu tampaknya merugikan infrastruktur yang tidak menunjukkan tanda memberi keuntungan, sebaliknya merusak ekonomi Sri Lanka.

Sri Lanka memanfaatkan pinjaman mudah dari China untuk membangun infrastruktur di seluruh negara. China sering menawarkan pinjaman mudah ke beberapa negara untuk membangun infrastruktur, namun dengan harga yang sangat tinggi

China menggunakan taktik itu dengan mengisi pasar di mana-mana negara yang ditargetkan dengan barang murah. Ini adalah strategi awal dan mudah untuk menjatuhkan produksi lokal dan sektor lain negara itu.

Laporan itu juga mengatakan, China telah membangun pelabuhan, lapangan terbag dan jalan raya besar di negara-negara yang masuk perangkap investasinya. Namun, kontrak proyek tersebut tidak menguntungkan penduduk setempat sebaliknya dinikmati oleh perusahaan kroninya sendiri.

Para pengritik memperingatkan bahwa penyerahan kekuasaan mayoritas kepada China mengancam keamanan nasional.[IZ]

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: