SEJAK awal saya ragu bahwa kesediaan Bang Yusril (Yusril Ihza Mahendra) menjadi lawyer pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin karena semata-mata sebagai proffesional lawyer.
Sebagai sesama lawyer dan politisi (walau level saya jauh sekali di bawah Bang Ysuril), saya paham perkara hukum politik biasanya mesnyaratkan adanya chemistry atau kenyamanan bahkan loyalitas politik antara lawyer dan klien.
Keraguan saya menguat karena kesediaan Bang Yusril menjadi lawyer Jokowi-Ma’ruf kemudian diikuti dengan gencarnya pernyataan beliau yang terasa menyerang Prabowo-Sandi dan Partai Gerindra.
Tentu Bang Yusril punya hak politik untuk menyampaikan pendapatnya soal koalisi pendukung Prabowo-Sandi yang beliau anggap tidak jelas termasuk mengemukakan kekhawatirannya akan digergaji Gerindra, namun perkenankan saya menyampaikan tanggapan atas pendapat dan sikap Bang Yusril.
Soal format dan arah koalisi Prabowo-Sandi yang dianggap Bang Yusril tidak jelas. Saya tegas menolak klaim tersebut. Terlepas dari ketidakberdayaan kita mensikapi liberalnya sistem Pemilu Legislatif, tapi koalisi Prabowo-Sandi punya konsep yang amat jelas sebagaimana tertuang dalam visi, misi dan program yang telah disampaikan ke KPU RI.
Arah dan format koalisi Prabowo-Sandi menjadi semakin jelas setelah paslon Prabowo-Sandi menandatanagani pakta integritas pada Ijtima Ulama II yang terdiri dafri 17 poin tersebut mulai dari menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen sampai dengan menghormati posisi ulama dan bersedia mendengarkan pendapat ulama II.
Saya percaya Bang Yusril tentu amat menghormati hasil pemikiran ulama-ulama yang hadir pada Ijtima Ulama II tersebut.
Soal draft koalisi legislatif yang disampaikan Bang Yusril ke media. Terlepas pernyataan pimpinan Gerindra dan PKS yang menyatakan tidak mengetahui hal ihwal draft tersebut dan setahu saya tidak ada juga partai koalisi lain yang pernah menanyakannya, saya ingin sedikit membahas draft tersebut.
Poin 3, 4 dan 5 draft tersebut yang mengatur soal pendidikan politik, pelatihan saksi dan pengamanan data secara bersama menurut saya sudah sangat bagus dan sudah mulai dilakukan di BPN Prabowo-Sandi. Yang agak susah adalah poin 1 soal bantuan ke partai koalisi dan poin 2 soal peta dapil.
Bantuan dari aliansi kepada partai koalisi ini bahaya jika dinterpretasikan sebagai bantuan dana dari paslon, karena bisa dituduh mahar poltik yang sanksi hukumnya sangat berat yakni pelarangan parrpol untuk ikut Pemilu mendatang.
Sementara soal peta dapil sangat tidak mudah diterapkan mengingat sistem pemilu legislatif dalam UU Pemilu yang sangat liberal. Kita bahkan tidak memprioritaskan nomor urut caleg sehingga sangat sulit untuk merumuskan peta dapil di internal partai sekalipun.
Saya pikir semua partai saat ini mengalami masalah yang sama, berbagai kesepakatan peta dapil yang sudah dibuat partai akan mudah dilanggar dan diterobos oleh caleg karena UU-nya yang memang tidak mengatur peta dapil tersebut. Sekedar mendeteksi terjadinya pelanggaran terhadap peta dapil saja sudah sulit kok.
Daya rusak sistem pemilu legislatif yang super liberal hanya mungkin sedikit diredam atau dikurangi yaitu dengan membiarkan masing-masing caleg untuk tetap bersaing tetapi secara sehat. Tidak boleh ada saling fitnah, saling jegal dan saling tuduh.
Jika hal ini bisa diwujudkan dan PBB ikut dalam koalisi, saya yakin Partai Bulan Bintang (PBB) justru akan menjadi salah satu partai yang paling diuntungkan. Kita paham bahwa salah satu basis terbesar pendukung Prabowo-Sandi adalah alumni dan pendukung gerakan 212, mereka pasti akan sangat nyaman mendukung partai Islam yang capresnya Prabowo-Sandi yaitu PBB.
Karena itu saya mengajak masyarakat sekalian untuk tetap menghormati Bang Yusril, sayangi PBB dan dukung Prabowo-Sandi. [***]
Habiburokhman
Ketua Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
SUMBER