NUSANEWS - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menghentikan penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye iklan donasi pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin di media cetak.
Penghentian ini atas penyelidikan dari Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) sebagai penyidik para pelanggar Pemilu.
"Gakumdu memutuskan bahwa terhadap laporan nomor 05/LP/RI/00.00/X/2018 dan 07/LP/RI/00.00/X/2018 dinyatakan dihentikan," kata Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo saat konfrensi pers di Media Center Bawaslu, Jakarta, Rabu sore (7/11).
Keputusan menghentikan kasus iklan yang terbit pada Rabu 17 Oktober 2018 tidak bulat. Di sisi lain Bawaslu tetap pada pendiriannya bahwa berdasarkan hasil kajian Bawaslu menyimpulkan bahwa iklan di harian Media Indonesia (MI) edisi Rabu 17 Oktober 2018 itu merupakan kampanye di luar jadwal.
Keputusan itu berdasarkan Pasal 492 UU 7/2017 tentang Pemilu dan peraturan KPU (PKPU) 7/2017 sebagaimana diubah terakhir dengan PKPU 32/2018.
"KPU saat dimintai keterangan oleh Bawaslu pada tanggal 23 Oktober 2018 dan 6 November 2018 menyatakan bahwa iklan di harian MI merupakan kampanye Pemilu. Sesuai peraturan KPU kampanye yang dilakukan sebelum tanggal 24 Maret-13 April 2019 tidak boleh dilakukan," jelas Ratna.
Ratna menambahkan hal ini mengacu pada Pasal 276 dan Pasal 2 UU Pemilu menyatakan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.
Keputusan Bawaslu juga mengacu pada keterangan pihak MI yang dianggap koperatif. Karena tidak menyebutkan yang memesan iklan Jokowi-Ma'ruf.
"Namun berdasarkan keterangan pihak lain, diketahui bahwa pemesanan iklan tersebut dilakukan oleh tim kampanye nasional pasangan capres-cawapres nomor urut 01, meski pun belum diketahui secara jelas siapa person atau nama pemesannya," kata Ratna.
Ratna mengatakan, pendapat Bawaslu berbeda dengan Polisi dan Kejaksaan. Sementara Kepolisian dan Kejaksaan memiliki kesimpulan bahwa peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana Pemilu.
Sementara itu, Kasubdit IV Politik Tipidum, Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Djuhandeni menyatakan alasan polisi mengganggap iklan kampanye di MI bukan tindak pidana kampanye. Polisi menganggap karena gugatan tersebut tidak memenuhi unsur tindak pidana Pemilu.
"Sampai saat ini KPU belum mengeluarkan jadwal kegiatan kampanye di media masa. Dalam pemeriksaan KPU juga menyatakan akan, artinya nanti akan diterbitkan. Itu yang jadi kesimpulan kita terutama dari penyidik untuk menyatakan tidak terpenuhinya unsur dalam pasal ini," jelas Djuhandeni.
Hal serupa juga disampaikan Anggota Satgas Direktorat Kamnit TPUL, Jampidum, Kejagung Abdul Rouf.
"Jadi perlu kami sampaikan bahwa ada beberapa asas dalam penegakan hukum yang harus dan tidak boleh dilanggar, pasal 1 ayat 1 KUH Pidana. Harus ada undang-undang yang mengatur, baru ada kesalahan. Harus ada payung hukum dulu, baru ada perbuatan yang diduga dilanggar," jelasnya.
Dalam kasus ini menurutnya sudah ada alat bukti, keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Namun keterangan KPU, sebagai penyelenggara belum mengatur jadwal dari kampanye di media masa.
"Karena belum ditetapkan oleh KPU maka payung hukumnya belum ada, tapi perbuatan sudah dilakukan. Kembali ke asas legalitas, harus ada dulu aturan, baru ada perbuatan, jadi tidak ujug-ujug kami mengeluarkan keputusan," ujar Rouf. [nes]
SUMBER