NUSANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya resmi menetapkan Bupati Bakasi Nenang Hasanah Yasin dalam kasus suap Meikarta di Bekasi, Jawa Barat.
Neneng tak sendiri. Ada empat anak buahnya juga ikut dijadikan pesakitan oleh lembaga antirasuah itu.
Mereka adalah Jamaludin (Kepala Dinas PUPR), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran).
Lalu, Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR).
Neneng sendiri akhirnya tiba di gedung KPK, Senin (15/10/2018) sekitar pukul 23.27 WIB usai dijemput KPK dari Bekasi.
Malam ini, Neneng dipastikan akan ‘digarap’ penyidik lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu sebagai tersangka.
Dengan dikawal sejumlah petugas, Neneng yang mengenakan kaos kuning dan kerudung hijau serta celana hitam, berjalan dengan tanpa ekspresi sedikitpun.
Akan tetapi, masih cukup terlihat polesan make up di wajahnya.
Sapuan bedak tipis, lipstik merah tipis, perona pipi, lengkap dengan alis yang dipermak.
Serbuan pertanyaan awak media yang sudah menunggunya sedari tadi tak sekalipun digubrisnya.
Neneng mendadak ‘bisu’ dan ‘tuli. Ia buru-buru masuk ke lobi KPK dan langsung diantara menuju ke lantai dua.
Selain Neneng dan empat anak buahnya, KPK juga menetapkan empat orang dari pihak swasta yang tidak lain adalah dari Lippo Grup sebagai pengembang Meikarta.
Mereka adalah Direktur Operasional Lippo Grup Billy Sindoro, Taryudi (Konsultan Lippo Group), Fitra Djaja Purnama (Konsultan Lippo Group), dan Henry Jasmen (Pegawai Lippo Group).
Untuk para pemberi suap dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan para penerima suap, dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 128 Undang Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20/2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk diketahui, KPK sebelumnya melakukan operasi tangkap tangan di dua tempat berbeda, yakni Bekasi dan Surabaya.
Operasi senyap itu dilakukan pada Minggu (14/10) siang sampai dengan Senin (15/10) dini hari.
Untuk menyamarkan aksi suap, para tersangka ternyata sudah mendesign sedemikian rupa agar tak terdeteksi.
Salah satunya adalah dengan menggunakan kode ‘rahasia’ yang bertujuan untuk menyamarkan identitas masing-masing para pejabat di Bekasi itu.
Uniknya, kode ‘rahasia’ itu menggunakan nama-nama artis.
“Antara lain ‘melvin’, ‘tina toon’, ‘windu’, dan ‘penyanyi’,” tutur Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konfrensi pers dikantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin malam (15/10).
Di tempat yang sama, Jurubicara KPK Febri Diansyah mengatakan penggunaan sandi itu berfungsi sebagai alat komunikasi satu pihak dengan pihak lain di tingkat dinas.
Dalam setiap pembahasan proyek tersebut, mereka tidak menggunakan nama masing-masing.
“Mereka menyapa dan berkomunikasi satu dan lain dengan kode masing-masing,” jelas Febri.
Kendati menggunakan kode ‘rahasia’ dan sandi tertentu, lanjut Febri, tidak bisa mengelabui pihaknya.
Sebab, KPK sudah acap kali mendapat kasus serupa dimana kasus korupsi dan suap menggunakan kode dan sandi tertentu.
“KPK punya pengalaman banyak sekali kasus korupsi yang menggunakan sandi-sandi seperti ini,” pungkasnya.
SUMBER