NUSANEWS - Sekitar pukul 14.00 WITA di Bandara Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara telah menerobos masuk dan bercokol di dalam area Bandara puluhan orang yang diduga dari kelompok relawan Projo (Pro Jokowi) yang berasal dari PDIP dan Ormas MTI, dengan tujuan untuk menghadang kedatangan dua ulama, Habib Hanif Alatas dan Habib Bahar bin Smith yang datang untuk berdakwah dan melakukan syiar Islam.
Dengan berpakaian serba merah dan pamerkan pedang-pedang terhunus, sekelompok orang itu menari-nari dan memprovokasi di dalam area Bandara, yang seharusnya merupakan wilayah full clear dari senjata-senjata tajam.
Ironisnya, aparat polisi yang melihat aksi itu tidak mengambil tindakan terhadap mereka dengan menyita pedang-pedang tajam yang dibawa untuk persekusi dua Ulama tersebut. Mereka terlihat hanya menonton.
“Rasanya, negeri ini sudah bukan Republik Indonesia lagi, tapi seperti sudah menjadi sebuah kerajaan monarki absolut, dengan Jokowi menjadi Kaisarnya, dan Projo yang menjadi hakim sekaligus polisinya,” kata Aziz Yanuar, dari Badan Hukum Front (BHF) Front Pembela Islam (FPI) melalui rilisnya, Senin (15/10).
“Bagaimana tidak, sudah jelas area Bandara harus steril dari aksi dan unjukrasa dan sejenisnya. UU telah dengan tegas menyatakan hal itu. Tapi semua peraturan itu cuma bagai angin dihadapan Preman Projo (Pro Jokowi) dan PDIP,” ungkapnya.
“Dengan seenaknya mereka merangsek masuk ke Bandara untuk menghadang, mempersekusi WNI yang tidak mendukung Jokowi, seperti menghadang rombongan Kyai di Bandara Tarakan Kalimantan Utara, Hj Neno Warisman di Bandara Pekanbaru Riau, dll,” kata dia.
Peraturan yang berlaku, menyatakan masyarakat dilarang menyampaikan pendapat atau berdemo di obyek vital transportasi nasional seperti bandara, pelabuhan dan stasiun dan seluruh warga negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk mentaatinya. Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 18 Mei 2017.
“Maka jelas melakukan aksi persekusi di Bandara ini adalah sebuah pelanggaran hukum dan menginjak-injak hukum yang berlaku di Indonesia dan jelas wajib dipatuhi oleh seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali,” tegas Aziz.
Mengutip pernyataan Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, JA Barata pada 19 Mei 2017 lalu.
“Penyampaian pendapat di muka umum sebaiknya dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum kecuali di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan obyek vital nasional,” ujar JA Barata
Dalam surat edaranya, dijelaskan bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan terminal angkutan adalah obyek vital transportasi. Sehingga tempat tersebut harus dilindungi dari gangguan keamanan.
SUMBER