NUSANEWS - Sidang kasus dugaan ujaran kebencian dengan terdakwa Ahmad Dhani kembali digelar, Senin (15/10) ini. Mengagendakan mendengarkan keterangan saksi meringankan, Ahmad Dhani membawa dua saksi ahli, yaitu Joko Abdul Hoir dan Erfi Firmansyah dari Fakultas Sastra Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Keduanya dihadirkan sebagai ahli bahasa untuk membahas bahasa yang digunakan dalam cuitan Ahmad Dhani tanggal 6 Maret 2017, pukul 02.59 PM (14.59 WIB). Cuitan tersebut berbunyi, ‘Siapa saja yang mendukung penista Agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya’.
Menurut Erfi, kata meludahi dalam kalimat di Twitter tersebut bermakna kiasan. Sebab, tidak sungguh-sungguh dilakukan. Melainkan, hanya sebuah kata yang diunggah di media sosial.
“Meludahi ini kan bahasa kiasan. Kata ini sebenarnya bisa ditanyakan kepada terdakwa apakah sudah ada orang yang diludahi akibat tweet terdakwa?” ungkap Erfi dalam persidangan.
Oleh karena meludah dalam kalimat tersebut bermakna kiasan, maka Erfi berpendapat bahwa orang menuliskannya tidak harus dipindanakan. Sebab, cuitan tersebut adalah juga bentuk menyatakan pendapat.
“Orang yang sedang menyampaikan kiasan, menyatakan pendapat berbentuk kiasan masa harus di pidanakan. Ini yang harus di klarifikasi perspektif perbahasaanya,” pungkas Erfi.
Sebagaimana diketahui, Ahmad Dhani ditetapkan sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian atas laporan Jack Boyd perihal unggahan musisi tersebut di akun Twitter @AHMADDHANIPRAST.
Dia menganggap kicauan Dhani tersebut berisi kebencian. Sebab menulis ‘Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya -ADP.’
Kemudian, pentolan Dewa 19 ini terancam hukuman 6 tahun penjara. Sebab, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanggar pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Selain itu, Ahmad Dhani juga terancam denda Rp 1 miliar.
SUMBER