NUSANEWS - Jaringan komunitas Gus Durian menyayangkan pelarangan diskusi buku "Aidit, Marxisme, Leninisme, dan Revolusi Indonesia" oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor NU Kota Blitar.
Pengharaman diskusi ilmiah ditafsirkan sebagai phobia irasional, yakni ketakutan yang berlebihan, dan tidak masuk akal. Apalagi peserta dialektika berfikir itu sekumpulan pelajar dan mahasiswa.
"Ini phobia irasional. Apa sih yang sebenarnya ditakutkan?, itu juga hanya sebuah diskusi," ujar Koordinator Jaringan Gus Durian Blitar, Sulis Sindu Wasoni menanggapi sikap Ansor NU Kota Blitar yang melarang diskusi buku Minggu (26/8/2018).
Bagi jaringan Gus Durian, tema Marxisme dalam diskusi buku bukan hal baru. Bahkan di sejumlah lembaga pendidikan, Marxisme dikaji secara ilmiah.
Sebagai isme dan pengetahuan dibongkar sekaligus diblejeti. Tradisi itu kata Soni, begitu biasa disapa, dilakukan para intelektual muda Nahdlatul Ulama. Terutama ketika berdialektika tentang isu rekonsiliasi peristiwa 1965.
Dengan begitu cakrawala berfikir publik (masyarakat) bisa lebih terbuka. "Justru dengan diskusi akan membuka pikiran masyarakat. Dan selama ini sambutannya sangat baik," terang Soni.
Dengan mengharamkan diskusi ilmiah untuk mengkaji buku, lanjutnya, Ketua GP Ansor NU Kota Blitar, secara tidak langsung telah merobohkan tradisi pergulatan pikiran yang berakar lama.
Menurut Soni, sebagai pimpinan, Ketua GP Ansor Kota Blitar, harusnya tidak gegabah melakukan pelarangan. Apalagi, yang bersangkutan belum mengetahui isi buku yang didiskusikan.
Ditambahkannya, seharusnya Ketua GP Ansor Kota Blitar, tetap menjunjung tinggi tradisi intelektual, yakni melawan dengan pikiran, bukan pembubaran.
"Alangkah baiknya memberikan rambu-rambu dalam diskusi. Bila perlu ikut proses diskusi. Sehingga tercipta benang merah yang jelas," paparnya.
Bagaimana dengan alasan diskusi hanya membuka luka lama peristiwa 1965?. Membuka luka atau tidak menurut Soni tergantung dari sudut pandang.
Dari pengalaman diskusi dengan tema yang sama, yakni bahkan menghadirkan saksi mata (pelaku sejarah), kata Soni tidak terjadi apa-apa.
Semua berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. Artinya tidak terjadi hal-hal yang selama ini sebagai phobia irasional. "Pengalaman saya semua berjalan dengan baik," pungkasnya.
Seperti diberitakan, acara diskusi buku "Aidit, Marxisme, Leninisme, dan Revolusi Indonesia" di Kota Blitar, dilarang GP Ansor NU Kota Blitar. Karena alasan meresahkan masyarakat, panitia diminta membatalkan bedah buku yang rencananya dihadiri 50 orang mahasiswa dan pelajar.
Ketua GP Ansor NU Kota Blitar, Hartono menegaskan bahwa semua perbincangan terkait komunisme, yakni baik diskusi ilmiah maupun tidak ilmiah, dilarang digelar di Kota Blitar. "Semua pembicaraan terkait komunisme dilarang di Kota Blitar, "tegasnya.
SUMBER