NUSANEWS - Ribuan perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) akan memanfaatkan momentum pendaftaran calon presiden dan cawapres tanggal 4-10 Agustus 2018 untuk menggelar aksi di depan Istana Presiden Jakarta. Aksi tersebut sebagai bentuk protes dan menagih janji kepada Presiden Joko Widodo untuk mengangkat perangkat desa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Kami akan menggelar aksi mengepung Istana,” kata Ketua Umum Parsatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Mujito kepada wartawan, Minggu (29/7/2018).
Aksi mengepung Istana untuk menagih janji Jokowi itu, kata Mujito, merupakan keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPDI di Blora, Jawa Tengah, Senin (16/7/2018). Rapat tersebut dihadiri ratusan pengurus PPDI kabupaten dan provinsi dari seluruh Indonesia.
“Awal Agustus kami akan gelar aksi di Istana dengan jumlah massa dua kali lipat daripada aksi tahun lalu,” jelasnya.
Menurutnya, janji adalah utang. Bila utang itu belum dibayar maka kami akan tagih. Ketika janji Presiden Joko Widodo mengangkat perangkat desa menjadi pegawai negeri sipil (PNS) belum terealisasi, ratusan ribu perangkat desa pun akan mengepung Istana Negara, Jakarta, untuk menagih janji.
Sebelumnya, PPDI pernah menggelar aksi kepung Istana pada Selasa (24/10/2017) dengan menurunkan massa sekitar 100 ribu orang. Tuntutannya pun sama yakni perangkat desa diangkat menjadi PNS, atau penghasilannya disetarakan dengan PNS golongan IIA.
Pada saat kampanye di Bandung, Jawa Barat, Kamis (3/7/2014), Jokowi dan Jusuf Kalla berjanji mengangkat para perangkat desa menjadi PNS secara bertahap. Program ini pun masuk Nawacita. Namun hingga akhir masa pemerintahan Jokowi-JK, janji itu tak kunjung terealisasi.
Mengapa aksi digelar bertepatan dengan pendaftaran capres, menurut Mujito, selain untuk mengingatkan Jokowi agar merealisasikan janjinya, juga untuk menarik perhatian capres lain agar bila terpilih nanti mau mengangkat para perangkat desa menjadi PNS.
“Tuntutan kami sederhana, realisaikan janji itu. Kalau terealisasi, berarti Jokowi lanjut dua periode. Kalau tidak, berarti 2019 ganti presiden,” cetus Mujito.
Apalagi, lanjut Mujito, peningkatan penghasilan perangkat desa menjadi setara PNS golongan IIA telah menjadi kesepakatan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan yang juga diikuti PPDI pada 16 April 2018.
PPDI, tegas Mujito, akan menggelar demonstrasi di Istana Negara paling lambat sebelum 16 Agustus 2018, karena sehari menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, itu adalah saatnya Presiden RI membacakan Nota Keuangan dan Pengantar RAPBN 2019 di depan Sidang DPR RI.
“Tapi sampai hari ini belum ada tanda-tanda peningkatan penghasilan perangkat desa menjadi setara PNS golongan IIA bakal dimasukkan dalam RAPBN 2019. Sebab itu, aksi akan kita majukan awal Agustus,” paparnya.
Kalau sampai perangkat desa demo di Istana, terang Mujito, maka ada dua masalah yang muncul sekaligus, ibarat pedang bermata dua. Satu sisi Jakarta akan macet, sisi lain pelayanan masyarakat dari daerah hingga pusat akan terganggu.
Perangkat desa adalah ujung tombak yang melayani masyarakat dari bayi lahir hingga mati, dari membuat surat kelahiran hingga surat kematian. Sejelek-jelek perangkat desa, mereka adalah tokoh masyarakat di lingkungannya yang sudah tentu punya massa.
“Saat ini jumlah anggota PPDI di seluruh Indonesia 890 ribu orang. Jangan remehkan perangkat desa,” tegasnya.
Ditanya apakah PPDI punya capres/cawapres yang akan didukung pada Pilpres 2019, Mujito mengaku punya, tapi ia tak menyebut nama. "Yang jelas dia adalah sosok yang tahu akan kebutuhan perangkat desa, dan juga bisa menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia, red),” tandasnya.
Terpisah, Sesepuh PPDI Suhendra Hadi Kuntono mengimbau agar para perangkat desa menahan diri, dan menunda aksi sampai 16 Agustus 2018. “Bila pada tanggal itu di Nota Keuangan dan Pengantar RAPBN 2019 yang dibacakan Presiden Jokowi tidak tercantum nomenklatur peningkatan kesejahteraan perangkat desa dengan menyetarakan penghasilannya sama dengan PNS golongan IIA, silakan menggunakan hak konstitusionalnya sebagai warga negara, tapi tidak boleh anarkis," katanya.
Ditanya apakah dirinya salah satu nama yang diinventarisir PPDI untuk disodorkan sebagai cawapres ke Jokowi atau capres lain, Suhendra mengaku tak mau “GR” (gede rasa). Hanya saja, katanya, bila negara sudah memanggil, apalagi untuk menjadi cawapres, siapa pun anak bangsa ini tak boleh menolak.
SUMBER