NUSANEWS - Dampak perang dagang Amerika Serikat dan Cina diprediksi akan semakin menekan nilai tukar rupiah. Menurut Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal, tekanan terhadap nilai tukar akan langsung terasa segera setelah sentimen negatif soal perang dagang menyebar.
Saat berita negatif itu tersebar, Fithra memperhitungkan modal akan beralih ke tempat yang tergolong aman. "Dalam hal ini US dolar itu tergolong aman karena pertumbuhan amerika pun tumbuh baik. Maka yang bisa kita pastikan akan ada tekanan pada rupiah," ujar Fithra kepada Tempo, Jumat, 6 Juli 2018.
Meski demikian, Fithra menyebut dampak perang dagang tak akan begitu signifikan bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sebab, kontribusi perdagangan internasional Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomui, porsinya masih minim.
"Kalau kita lihat selisih antara ekspor dan impor saja, itu sebenarnya masih dua persen. Jadi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sendiri tidak akan terlalu signifikan. Yang kita takutkan adalah second round effectnya, yang akan signifikan," ujar Fithra.
Fithra pun memprediksi dampak perang dagang terharap sektor riil di Indonesia tidak akan terasa dalam waktu dekat. Dampak kebijakan AS itu justru bakal terasa pada sektor finansial. "Kita lihat di pasar modal mungkin memerah karena ini potensi negatif. Rupiah juga akan bertambah tertekan," ujar Fithra. Berdasarkan RTI Business, Indeks Harga Saham Gabungan ditutup melemah 44.42 poin pada level 5694,912. Pada pukul 18.42 WIB, rupiah pun terpantau loyo di level Rp 14.381 per dolar AS.
Genderang Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina segera ditabuh. Negeri Paman Sam bakal mulai mengumpulkan tarif terhadap produk impor asal negeri bambu yang nilainya USD 34 miliar pada Jumat, 6 Juli 2018 pukul 00.01 waktu AS. Presiden AS Donald Trump juga mengancam akan ada putaran berikutnya yang menyasar produk impor dari Cina senilai lebih dari USD 500 miliar.
SUMBER