NUSANEWS - Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengunjungi PT. IMIP di Morowali Sulawesi Tengah dan membeberkan hasil survei guna menguak isu puluhan ribu Tenaga Kerja Asing (TKA) di perusahaan tersebut.
Dilansir TribunWow.com, melalui akun Instagram Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, @hanifdhakiri, yang ia unggah pada Sabtu (7/7/2018).
Hanif Dhakiri mengunggah kembali postingan Dede Yusuf yang membeberkan hasil surveinya di Marowali soal isu TKA.
Dede Yusuf mengaku jika dirinya mengunjungi PT. IMIP di Morowali yang merupakan sebuah kompleks industri Smelter Nickel Dan Besi terbesar di Indonesia.
Rombongan DPR RI Komisi IX itu mengecek langsung di berbagai tempat, mulai dari kantin pekerja, mes pekerja Tiongkok, pabrik, bahkan ruang operator.
Menurut data yang ditemukan Dede Yusuf, perusahaan tersebut mempekerjakan TKA sebanyak 2500 orang dan pekerja lokal sebanyak 28.000 orang.
Dengan demikian, menurut Dede, TKA di perusahaan tersebut tidak mencapai 10 persen.
Dede juga mengeaskan jika ia tidak menemukan puluhan ribu TKA yang sempat diisukan selama ini.
"MOROWALI. #Repost @ddyusuf66 with @get_repost
Rombongan kunker Komisi 9 dan Satgas Pengawasan TKA datang ke PT. IMIP di Morowali. Sebuah kompleks industri Smelter Nickel Dan Besi terbesar di Indonesia.
Untuk membuktikan apakah benar TKA dari China menyerbu atau menguasai pabrik. Kami datangi semua, mulai dari kantin pekerja, Mess Pekerja China, Pabrik, bahkan ruang operator.
Jumlah Karyawan asing ada 2500 TKA nya. Sementara pekerja Lokal nya mencapai 28.000 orang!!!
Artinya TKA tidak sampai 10% dan memiliki izin kerja yg sah. Ini dibuktikan oleh laporan pejabat Imigrasi Kemenkumham disana.
Mungkin dulu pada saat pembangunan smelter diawal 2014-2016 banyak TKA yg keluar masuk dng kontrak per 2-3 bulan. (Karena memang pada saat itu kita belum berpengalaman membangun smelter). Setelah Smelter berdiri, hanya 10% TKA yg tinggal. Untuk meneruskan Transfer Technologi kpd pekerja lokal.
Mau tau berapa gaji pekerja lokal kita disana? Lulusan SMA yg baru masuk 6 bulan rata² mendapat sekitar Rp4 juta.
Yg sudah 2 tahun mencapai Rp8 juta hingga 10 juta./bulan.
Saat ini masih dibutuhkan 10.000 tambahan karyawan lagi, semuanya tenaga lokal dan lowongan terbuka bagi umum..
Mungkin ada yg berminat?
Disana saya juga mendapat penjelasan dari Bupati dan Ketua DPRD ttg pendapatan daerah dan multiplier effect ke daerah yg terasa besar. Bahkan Morowali sempat mendapat angka pertumbuhan ekonomi sebesar 35%... 5 besar tertinggi di Indonesia.
Jika hub Pemda dan industri bisa berjalan baik, sangat mungkin Morowali kedepan akan menjadi kota industri Metropolitan, dng pendapatan daerah ratusan Milyar setahun.
So once again, Kami tidak menemukan serbuan TKA, yg ada justru puluhan ribu pekerja kita yg berasal dari sekitar Sulawesi. Bahkan kami juga sudah minta agar Satgas Pengawasan TKA membuka posko disana. Agar pengawasan terpantau," tulis Dede.
Meski begitu, postingan Dede Yusuf tersebut sudah tidak ditemukan dalam akun Instagramnya.
Temuan Ombudsman Banyak TKA jadi Buruh Kasar
Ombudsman menemukan banyak TKA yang bekerja sebagai buruh kasar.
"Buruh kasar sebetulnya ada di mana-mana," kata Komisioner Ombudsman, Laode Ida, dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (26/4/2018) yang dilansirTribunWow.com dari Kompas.com.
Laode mengatakan, sudah menjadi standar di setiap proyek bahwa penggunaan topi berwarna kuning adalah untuk kuli atau buruh kasar.
Penggunaan topi merah digunakan supervisor, sementara manajer menggunakan topi hijau.
Kenyataannya, tim Ombudsman banyak menemukan TKA yang menggunakan topi kuning, alias buruh kasar.
"Umumnya di lapangan harusnya kan untuk TKA paling banyak topi hijau dan merah, tapi 90 persen lebih topi kuning," kata dia.
Tak hanya itu, Ombudsman juga menemukan ada TKA yang dipekerjakan sebagai sopir.
Hal tersebut ditemukan di Morowali.
"Di Morowali sekitar 200 sopir angkutan barang adalah TKA. Itu yang terjadi. Masa orang kita jadi sopir saja enggak bisa," kata dia.
Laode mengatakan, banyak ditemukan pekerja kasar hingga supir di lapangan ini tidak sesuai dengan data dari pemerintah.
Sebab, pemerintah selama ini mengklaim TKA yang bekerja di Indonesia bukan lah pekerja kasar.
Laode sudah menyampaikan hasil temuan ombudsman ini kepada lembaga terkait, yakni Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, Kepolisan, hingga Badan Kerjasama dan Penanaman Modal.
Bahkan, Laode menyebut dari hasil temuannya, sebanyak 10 provinsi dengan penyebaran TKA terbanyak.
"Di Sulawesi ada dua yaitu Sulteng dan Sultra karena itu fokus pembangunan smelter. Lalu ada di Papua Barat, Kaltim, Sumut, Kepri, Jakarta, Banten, Jabar, Jatim," ujar laode.
SUMBER