NUSANEWS - Wacana duet antara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dengan Ketua Komando Tugas Bersama (Kosgama) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilpres 2019 mencuat pasca pertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua umum Demokrat Susilo Bambang (SBY), beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai, wacana tersebut sengaja dihembuskan untuk menjegal pencapresan Prabowo yang sudah bulat diusung oleh Partai Gerindra.
"Wacana ini dihembuskan bisa juga sebagai strategi membuat Prabowo tertekan, dan menjatuhkan pilihan ke Anies,” kata Ujang dalam keterangannya di Jakarta.
Sementara, sambung Ujang, di satu sisi jika Anies maju sebagai capres maka harus seizin presiden, yang artinya bisa saja mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu juga terhambat oleh aturan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018.
Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang akan dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta ini kepada presiden, demikian bunyi Pasal 29 ayat (1) PP Nomor 32 Tahun 2018.
Dengan kata lain, menurut dia, wacana duet Anies-AHY semata-mata strategi kubu Jokowi untuk memecah kekuatan lawan.
"Strategi adu domba untuk jatuhkan Prabowo dan Anies," tegas Ujang.
Ujang menegaskan, Prabowo satu-satunya calon yang paling realistis didorong, menimbang hanya popularitas dan elektabilitasnyalah yang mampu mengimbangi kekuatan Jokowi di Pilpres 2019. Maka, dengan asumsi koalisi Gerindra, PAN dan tentunya ditambah Demokrat yang solid ta ada lagi kekhawatiran untuk kalah.
"Untuk itu, Gerindra bersama partai koalisinya harus menghilangkan kekhawatiran akan kalah jika terjadi rematch Prabowo vs Joko Widodo," jelas Ujang.
Ujang pun mengingatkan, keragu-raguan dan banyaknya opsi figur lain selain Prabowo akan membuka ruang konflik dan tarik menarik kepentingan di internal koalisi di luar kubu Jokowi.
"Dibutuhkan soliditas sejak dini agar perjalanan memperebutkan kursi RI1-RI2 berjalan mulus," terang Ujang.
Dia juga menilai, dengan bergabungnya Demokrat dalam koalisi Gerindra menambah kekuatan yang tidak perlu lagi dikhawatirkan. Karena, faktor SBY yang pernah berkuasa selama 10 tahun cukup besar untuk menambah kekuatan koalisi.
"SBY itu pernah memimpin negeri ini 10 tahun, sedikit banyak beliau tahu dan menguasai peta pemenangan untuk Pilpres 2019 nanti,” kata Ujang.
Sedangkan Anies dinilainya belum memiliki kinerja yang luar biasa untuk pencitraan yang membuat rakyat terkesima. Lagipula elektabilitas Anies untuk capres masih sangat rendah.
Ujang pun menyarankan agar Anies fokus menuntaskan amanat rakyat di DKI Jakarta sebagai gubernur, sembari menyiapkan diri untuk pilpres 2024 mendatang.
SUMBER