NUSANEWS - Ketua Progres 98 Faizal Assegaf turut mengomentari pernyataan Ratna Sarumpaet dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (5/6/2018).
Diketahui dalam acara tersebut Ratna Sarumpaet menuduh jika Megawati Soekarnoputri merupakan provokator.
Dilansir TribunWow.com dari akun Twitter @faizalassegaf, Rabu (6/6/2018), Faizal menyebut jika Karni Ilyas dibuat tak berkutik oleh Ratna Sarumpaet.
Menanggapi hal tersebut, Faizal Assegaf menyebut apabila sesungguhnya Ratna dan Karni saling kedip mata.
Hal itu dilakukan untuk menyalurkan misi politik balas dendam keduanya.
@faizalassegaf: Ratna Sarumpaet bebas menuding Megawati provokator, pemerintah radikalis & sgl cacian pd Presiden JKW, sbb diduga atas arahan Aburizal Bakrie.
Makanya, bung Karni Ilyas pun dibuat tdk berkutik.
Sesungguhnya mrk saling kedip mata demi menyalurkan misi politik balas dendam.
*FA*
@faizalassegaf: Mknya Ratna Sarumpaet akn berubah jd burung beo bila dihadapkan pd Skandal lumpur Lapindo, maklum terkait hajat Boss Besar.
Bung Karni Ilyas taulah soal gituan, di sana ada lampu merah, hijau & kuning dlm aneka diskusi yg mrk suguhkan.
Intinya, jgn bahas skandal Lapindo.
*FA
Diberitakan sebelumnya, dalam acara ILC yang membahas “BPIP: Apa Pentingnya Bagi Kita?” itu Ratna sempat menyoroti Megawati.
Diketahui, Megawati merupaka Ketua Dewan Pengarah BPIP.
Ratna Sarumpaet mengatakan jika pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bukanlah hal yang penting.
“Kalau di awal statemen ini saya menilai BPIP tidak penting, tetapi di akhir nanti saya akan beri argumen yang berbeda,” ucap Ratna Sarumpaet.
Dalam pernyataannya, Ratna Sarumpaet mengatakan jika satuan tugas (satgas) BPIP masih berkutat pada sila pertama Pancasila saja.
Ia kemudian menyinggung soal sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggapnya tidak pancasilais.
Diantaranya, TKA hingga impor beras di saat petani panen.
“Saat buruh lokal berteriak, pemerintah justru tidak memulangkan TKA, saat petani lokal panen beras, pemerintah justru impor beras, itu nggak pancasilais, itu radikalis,” imbuh Ratna.
Terkait BPIP, Ratna Sarumpaet menyebut jika seharusnya tugas mereka salah satunya adalah menyeleksi undang-undang.
“Seharusnya BPIP menyeleksi undang-undang yang dikeluarkan setelah amandemen, itu pancasila nggak, harusnya begitu,” ungkapnya.
Ia kemudian menyindir Megawati sebagai provokator amandemen, dan mengatakan jika BPIP seharusnya berada di MPR, bukan di presiden.
“Harusnya di MPR bukan di presiden, ibu Megawati itu itu provokatornya amandemen, amandemen itu terjadi atas semangat ibu Megawati menggusur kedudukan Gusdur, itu tertulis dan menjadi sejarah itu, jadi menurut saya ini pekerjaan sembarangan, semua dikerjain, asal aja, menurut saya ini asal-asalan” ungkap Ratna Sarumpaet.
Simak selengkapnya dalam video di bawah ini.
SUMBER