IDNUSA, JAKARTA - SETELAH kerusuhan Mei 1998, saya bersama teman-teman seperti Verawati Fajrin, Lieus Sungkharisma, Bambang Akuet, dll mendeklarasikan istilah Suku Tionghoa di Departemen Penerangan RI. Di situlah, pertama kali permintaan penggunaan kata "Tionghoa" dilakukan.
Saya terkejut dan kaget atas keputusan Sdr. Lieus Sungkharisma (LS) yang meminta dipanggil "Si Cina". LS adalah salah seorang eksponen deklarator penggunaan kata "Tionghoa", seperti yang saya jelaskan di atas.
Saya adalah warga Tionghoa pertama yang berani mendirikan Partai Politik yang bernama Partai Pembauran Indonesia atau Parpindo pada akhir Mei 1998). Kemudian diikuti Sdr. LS mendirikan Partai Reformasi Tionghoa. Baru kemudian Nurdin Purnomo mendeklarasikan Partai Bhinneka Tunggal Ika.
Setelah pendirian Partai Parpindo, saya bersama sejumlah teman (termasuk Sdr. Lieus) meminta Presiden BJ Habibie untuk segera menghapus diskriminasi terhadap WNI keturunan Cina. Termasuk panggilan kata-kata Cina yang menurut para sesepuh Cina Indonesia mengandung Konotasi penghinaan.
Audiensi dengan Pemerintah Orde Reformasi terlaksana berkat bantuan sahabat lama saya yaitu Jenderal Yunus Yosfiah. Saat itu, Jenderal Yosfiah menjabat Menteri Penerangan. Dia langsung mengagendakan audiensi sehari setelah saya hubungi via telepon.
Setelah fix, saya mengajak Sdr. Lieus, Akuet, Aca, Ester Jusuf, Budi, Verawati Fajrin dan Nurdin Purnomo. Mereka ikut rombongan bertemu dengan Pemerintah yang diwakili Jendral Yunus Yosfiah.
Singkat kata, karena persahabatan saya dengan Jendral Yunus Yosfiah yang sudah puluhan tahun, banyak memberikan kemudahan, sehingga Jendral Yunus Yosfiah langsung saat itu juga menerima permintaan saya untuk sejak hari itu, Juni 1998, menyetujui teman-teman Cina dipanggil Suku Tionghoa.
Jendral Yunus langsung memanggil para wartawan dan menyampaikan sebagai berikut:
"Bahwa pemerintah tidak keberatan dan untuk itu meminta seluruh teman-teman media mulai saat itu juga memanggil teman-teman Cina menjadi Suku Tionghoa."
Menyikapi keputusan Sdr. LS, saya pikir dia agak emosional. Karena dia adalah orang yang ikut hadir pada waktu memperjuangkan kata-kata Cina menjadi Suku Tionghoa.
Namun ini adalah hak individu Sdr. Lieus yang juga harus kita hormati!
Memang bisa dimengerti Sdr. LS sangat-sangat kecewa melihat perkembangan prilaku teman-teman Tionghoa belakangan ini. Sebagian besar dari mereka masih eforia dan dibutakan hati nuraninya.
Teman-teman Tionghoa terlalu bangga bila ada orang Tionghoa jadi pejabat dan lupa akan kewajibannya sebagai "pendatang", sehinga bisa tega dan tanpa malu untuk menghina dan merendahkan teman-teman suku mayoritas!
Wahai teman-teman Tionghoa, marilah kita bersama-sama bergandengan tangan dengan seluruh komponen bangsa, baik dia Arab, India, Jawa, Sunda, Kristen, Hindu, Budha dan Islam, dll untuk mencintai dan membangun NKRI tanpa harus terpecah belah karena urusan Pilkada.
Seyogyanya, yang Tionghoa lebih bisa mawas diri dan yang mayoritas tetap welas asih tanpa menggeneralisir teman-teman Tionghoa. Karena kekeliruan prilaku satu orang Tionghoa bukan cerminan Tionghoa seluruhnya!
Marilah kita merenung sejenak, apakah yang kalian orang-orang Tionghoa perdebatkan dalam Pilkada ini?
Apakah yang kalian usung dalam pilkada ini adalah saudara atau darah daging kalian?
Kenapa kalian harus bermusuhan bila ada yang tidak sesuai dengan aspirasi yang kalian usung?
Apa kalian untung dengan terpecah belahnya antara Tionghoa pro Ahok dengan Tionghoa anti Ahok?
Tidak Bro, tidak ada untungnya. Yang ada adalah ruginya karena kalian terpecah belah!
Ingatlah teman-temanku Suku Tionghoa, kalau kalian minoritas dan pendatang. Pandai-pandailah bawa diri dan sayangilah pribumi seperti engkau menyayangi diri sendiri.
Suku Tionghoa ini minoritas, pendatang dan sedikit jumlahnya dibanding suku Jawa dan Sunda,. Oleh sebab itu, janganlah kalian terpecah belah karena urusan orang lain.
Please, sadarlah, bahwa ada bara api yang sudah mulai menyala di akar rumput kita.
Hentikan segala macam provokasi antara Tionghoa dan Pribumi, antara umat Kristen dan umat Islam, karena kalau ini tidak segera dihentikan, bukan tidak mungkin akan ada kejadian yang lebih dahsyat dari Mei 1998!
Ingat petuah leluhur Tionghoa: dimana bumi dipijak, di situ langit harus, harus, dan harus dinjunjung!
Bila petuah ini kalian jadikan pedoman hidup, insya Allah seluruh teman-teman Tionghoa akan selamat, barokah dunia akherat dan teman-teman pribumi akan tambah sayang kepada kalian, amin.
Kalau soal Pilkada, kita sebaiknya tidak ikut pro atau pun kontra.
Lebih baik kita hanya ikut memilih jagoan kita di dalam TPS, tanpa menyakiti perasaan pihak manapun karena pilkada itu bebas dan rahasia!
Kita sebagai Tionghoa harus cerdas dan sayang kepada teman-teman pribumi: think smart, do smart, and be smart!
Sangat disayangkan kalau kalian yang sedikit, minoritas dan pendatang, mau diadu domba antara kalian sendiri sesama Tionghoa, maupun antara kalian dengan pribumi dan antara umat Kristen dengan umat Islam. Sadarlah wahai teman-temanku suku Tionghoa.
Pilkada kali ini bukan pilkada yang sehat dan wajar. Renungkanlah. Ini pilkada rasa pilpres dan ini adalah bukan pertempuran antara Tionghoa vs pribumi, bukan antara Ahok dan Anies, melainkan antara Sukarnois dengan Suhartois.
Biarlah mereka yang berebut kekuasaan dan kita tidak perlu ikut-ikutan dan diikutsertakan dalam perebutan kekuasaan tersebut. Lebih baik kita merajut hubungan pertemanan antara Tionghoa dengan Tionghoa dan Tionghoa dengan pribumi, umat Kristen dengan umat Islam yang telah sempat terkoyak karena birahi penguasa yang memanfaatkan kita sebagai ayam aduan mereka.
Marilah kita kembali berdagang dan berusaha sambil membangun Indonesia dengan baik, jujur tetapi tetap mengikuti situasi politik yang berkembang. Jaga sikap, sopan santun dan tata krama kita terutama kepada teman-teman pribumi. Insy Allah mereka akan makin sayang dan melindungi kalian seperti saudara sendiri, amin.
Khusus untuk Sdr. Lieus Sungkharisma, saya mengimbau adinda LS supaya tetap menjadi Tionghoa dan mempertahankan apa yang telah kita perjuangkan dan kita peroleh di Juni 1998 yaitu, panggilan Suku Tionghoa.
Kalaupun Adinda Liues Sungkharisma kecewa, bukan berarti adinda harus membiarkan teman-teman Tionghoa kita terjerumus lebih dalam lagi. Tetapi kita harus mengingatkan dan menjelaskan bahwa ada yang salah dalam pilkada ini.
Juga adinda LS bisa menjelaskan peran seorang Lieus Sungkharisma yang sejak 1998 telah membantu menghapuskan diskriminasi terhadap teman-teman Tionghoa.
Akhirulkalam saya menghimbau dan mendoakan untuk Tionghoa dan pribumi tetap bersatu dan saling satang dengan welas asih untuk membangun NKRI dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 demi satu bangsa, satu bahasa dan satu tumbah darah, satu Indonesia yang baidatun toyibatun warabungafur. Amin.
Hidup Indonesia, Alahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
[***]
H. Jusuf Hamka
Kepala Suku Muslim Tionghoa Indonesia (rmol)