SEJAK dahulu kala, sukma Nusantara senantiasa "Bhinneka" yang tampil jelas pada kenyataan keanekaragaman kerajaan, agama, suku, ras, kebudayaan, hayati serta alam. Dapat dikatakan bahwa Nusantara merupakan kawasan paling mahakayaraya keragaman di planet bumi ini.
Kebutuhan atas "Tunggal Ika" baru mulai hadir di persada Nusantara mulai tahun 1928 melalui SUMPAH PEMUDA yang untuk pertama kali secara eksplisit menggelorakan semangat SATU NUSA, SATU BANGSA, SATU BAHASA.
Sebenarnya tidak ada dikotomi pada Bhinneka Tunggal Ika yang serta merta berarti tidak ada masalah perpecahan pada bangsa Indonesia sebab sosok Nusantara sejak dahulu kala memang bukan kesatuan namun kebhinekaan.
Setelah Republik Indonesia diproklamirkan kedaulatannya baru kebutuhan atas persatuan dan kesatuan tampil sebagai satu di antara lima sila Pancasila yang disepakati sebagai landasan falsafah negara Indonesia berbingkaikan Bhinneka Tunggal Ika.
Yang terjadi pada Republik Indonesia adalah proses pemersatuan alias penunggal-ikaan dari das Sein yaitu Bhinneka dengan sasaran das Sollen yaitu Tunggal Ika.
Saya tidak setuju politisasi kekuatiran bahwa ke-Bhinnekaan-Tunggal-Ikaan sedang terancam perpecahan. Pada kenyataan yang sebenarnya terjadi adalah sekedar suatu dinamika penunggal-ikaan kebhinekaan sebagai proses perjuangan dari das Sein Bhinneka untuk melebur menjadi satu pada das Sollen Tunggal Ika pada sosok NKRI.
Kesan perpecahan pada hakikatnya sekedar merupakan suatu gejala psiko-sosial sesaat pada konteks sempit yang dimanfaatkan sebagai genderang politik paranoid mengandung resiko selfulfilling prophecy alias ramalan yang membenarkan kenyataan. Sesuatu yang sebenarnya begini apabila terus menerus dianggap begitu maka lama kelamaan yang semula begini itu malah benar-benar bisa menjadi begitu.
Sebaiknya politik paranoid yang meyakini ancaman terhadap Bhinneka Tunggal Ika jangan malah dibenarkan sambil dibesar-besakan agar jangan sampai sang ancaman yang sebenarnya tidak ada malah menjadi ada.
Yang penting perbedaan pendapat wajib dikendalikan agar jangan sampai lepas kendali menjadi kebencian yang apabila terus memuncak akan meledak menjadi kekerasaan! Perbedaan kekuatan antara yang kuat dengan yang lemah jangan disalahgunakan oleh yang kuat untuk menindas yang lemah! Perbedaan kekuasaan antara penguasa dengan rakyat jangan disalahgunakan penguasa untuk menguasai rakyat! Perbedaan bukan ancaman namun malah energi analog hukum fisika bahwa perbedaan antara kutub plus dan minus justru merupakan sumber energi elektrikal.
Maka perbedaan opini, tafsir, mazhab, ideologi, agama, budaya apalagi di alam demokrasi pasca reformasi justru merupakan sukma Bhinneka yang justru jangan sampai dipaksakan untuk menjadi seragam, uniform, tunggal, sama sebangun seperti yang secara sadar mau pun tidak sadar dipaksakan oleh rezim Orde Baru yang syukur alhamdullilah sudah diambil alih oleh Orde Reformasi.
Bhinneka justru merupakan roh Nusantara yang setelah proklamasi kemerdekaan Repubik Indonesia menjadi satu saling melekat bahkan melebur menjadi satu dengan Tunggal-Ika di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka jangan Bhinneka dipecah-belah, dipisahkan dari Tunggal Ika.
Semangat Bhinneka Tunggal Ika tersurat dan tersirat pada syair lagu ciptaan W.R. Soepratman: Dari Barat Sampai Ke Timur, Berjajar Pulau Pulau, Sambung Menyambung Menjadi Satu, Itu Lah Indonesia, Indonesia Tanah Airku, Aku Berjanji Padamu, Menjunjung Tanah Airku, Tanah Airku Indonesia. (rmol)
Penulis adalah pembelajar makna Bhinneka Tunggal Ika